Selasa, 29 Januari 2013

UJIAN


Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)


Ketika tulisan ini dibuat, saya sedang menjalani Ujian Akhir Semester (UAS) di fakultas. Ujian adalah bagian dari kehidupan. Tujuan dari ujian adalah untuk meningkatkan derajat (kelas). Bukankah untuk masuk ke SMP kita harus melewati serangkaian ujian akhir di SD? Begitu juga ketika mau lulus SMP harus melalui Ujian Nasional. Baru kemudian bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (SMA).
               
Begitulah, pada purnanya ujian memang meninggalkan 2 kesan sekaligus. Pertama, mengapa harus ada ujian jika dari keseharian saja sudah dapat diketahui “kelas” kita. Dalam pemahaman itu, ujian terasa berat dan sebaiknya tidak usah diadakan. Kedua, ujian adalah pemantik semangat untuk rajin belajar (mempersiapkan diri). Ketika kita mampu melangkahinya dengan baik maka tingkatan kelas kita akan naik.
               
Ujian tentu tidak hanya dimaknai dengan mengerjakan soal di ruang kelas. Ujian yang lebih hakiki adalah ujian di kehidupan nyata. Manusia yang hidup pasti akan dihadapkan dengan beragam ujian. Dengan ujian tersebut, keimanan diuji. Jika lulus, maka akan naik derajatnya di hadapan Ilahi. Namun, jika gagal maka akan turun kelasnya atau paling tidak masih berada di kelas yang sama.
               
Dalam firman-Nya (QS. al-‘Ankabūt [29]: 2), Allah mengisyaratkan bahwa setiap orang yang beriman akan mendapatkan ujian. Dengan begitu, Allah akan mengetahui apakah hamba-Nya benar-benar beriman atau sekadar pura-pura beriman. Dan lagi, bahwa ujian yang diberikan sebenarnya masih dalam kadar kesanggupan hamba-Nya dalam menghadapinya. Allah tidak memberikan ujian di atas kemampuan hamba-Nya.
               
Dengan demikian, tidak perlu merasa resah ketika ujian datang. Sebab, itu adalah konsekuensi logis dari pilihan beragama kita. Menjadi muslim berarti harus siap dengan paket ujian Allah yang pasti akan kita dapatkan. Semakin siap menghadapi ujian maka semakin baik pula hasilnya. Sebaliknya, jika tidak mempersiapkan diri maka bersiap-siaplah untuk menuai kegagalan.
               
Ujian kehidupan pastinya berbeda dengan ujian di ruangan kelas. Ujian kehidupan terkadang sifatnya tersembunyi. Bisa jadi kesehatan yang kita rasakan adalah ujian terbesar dalam hidup kita. Seberapa pandai kita menggunakannya menjadi indikator kelulusan ujian kita. Mungkin juga ketampanan yang kita miliki adalah ujian terbesar kita. Kerendahhatian dalam sikap dan perilaku menjadi entry poin yang tinggi.
               
Iya, sebenarnya segenap karunia Allah adalah ujian bagi hamba-Nya. Memang banyak yang diuji dengan kesusahan, mushibah, dan semacamnya. Lalu, bagi mereka yang terbebas dari itu semua, kenikmatan yang berlimpah adalah bentuk ujiannya. Kata Pak Zainuddin MZ dalam ceramahnya. “Betapa banyak orang berhasil diuji dengan kemiskinan tetapi gagal berantakan ketika diuji dengan kekayaan.”
               
Tentunya, kita ingin sukses menghadapi ujian dari Allah. Bukan sekadar menjadi peringkat pertama di ruang kelas, tetapi juga menjadi peringkat atas di ruang Ilahi Rabbi. Jika Allah memberikan ujian sesuai dengan kemampuan kita menerimanya maka kita harus siap menjadi peserta ujian Allah dengan keberhasilan pada akhirnya. Mari bersiap memasuki ruangan ujian Ihali. Semoga berhasil, Kawan. Āmīn. Allāhu a’lamu. []

0 komentar:

Posting Komentar