Oleh:
Ka’ Sams
Tadi
siang, Rabu (20/6/12), saya mengambil baju laundry-an. Seorang wanita
yang kebetulan melayani saya mengabarkan, “Ada uangnya, Mas.” Iya,
memang sudah biasa ada uang yang tertinggal di saku celana/baju saya. Tapi,
kondisinya lain dengan siang tadi. Jumlah uang yang tertinggal lumayan banyak.
Memang hanya satu lembar. Namun, nominalnya adalah 50 ribu rupiah. Waw!
Sebelum menyerahkan pakaian ke laundry, saya terkadang tidak memeriksa saku celana/baju. Seandainya, uang yang tertinggal di saku tersebut diambil oleh pe-laundry, mungkin saya tidak merasa kehilangan. Itu, bukan berarti saya tidak lagi membutuhkan uang. Tapi memang saya tidak mengetahuinya, atau tidak menyadarinya. Ini juga mungkin bagian dari keteledoran saya.
Jika
uang tersebut –yang jumlahnya 50 ribu rupiah– diambil maka yang tahu hanyalah
pe-laundry, Allah SWT, Malaikat Raqīb/’Atīd, dan makhluk halus lainnya.
Namun, ternyata pe-laundry tidak mengambil jalan pintas untuk
ke(pent)inginan pribadinya. Ia lebih mengutamakan kejujuran dengan memberikan
uang yang bukan haknya kepada pemiliknya. Inilah yang saya sebut dengan
kejujuran dalam “laundry”.
Dari
kisah ini saya belajar bahwa bisnis itu harus beretika. Etika bisnis itu sangat
penting walaupun karenanya –secara kasat mata– businessman susah untuk
cepat kaya. Namun, saya yakin bahwa berkah kejujuran itu sepenuhnya dalam
sekenario Allah. Dan ketika Allah sudah ridha dengan hamba-Nya yang jujur maka
apapun akan diberikan kepadanya. Dengan ini saya berdoa, “Ya Allah,
berkahilah usaha mereka. Amin.”
Selain
itu, saya juga tahu bahwa bisnis bukan sekadar profesionalitas. Laundry
dapat disebut profesional jika hasil cuciannya “oke”, cepat/tepat waktu, dan
semua bentuk service yang membuat pelanggan puas. Dalam konteks
kejujuran di atas, bisnis laundry yang saya maksudkan berada pada
wilayah yang lebih tinggi satu tingkat dari sekadar prefesional. Entah
apa namanya. Pastinya, saya menyebutnya luar biasa!
Di
tengah kondisi ketika kejujuran menjadi barang langka, preseden di atas menjadi
pelajaran berharga. Bahwa untuk menjadi kaya itu penting adalah benar. Namun,
jika caranya menyalahi etika dan moralitas agama menjadi lain ceritanya.
Keinginan yang baik harus ditempuh dengan cara yang baik juga. Insya
Allah, keberkahan Allah yang sering kali tidak terduga menjadi milik
kita.
Sejak
berabad yang lalu, Nabi Muhammad SAW mengajarkan betapa pentingnya kejujuran (ash-shidqu).
Reward bagi mereka yang menjunjung tinggi kejujuran adalah surga. Tidak
main-main, bukan? Jujur itu sebenarnya menyelamatkan dan menenangkan pikiran.
Sebab, ketika kita bersikap sebaliknya yaitu berbohong kita harus melakukan
kebohongan kedua untuk menutupi kebohongan pertama. Dan sayangnya, akan begitu
seterusnya.
Kejujuran
memang menjadi pelajaran etika yang diajarkan dimana-mana. Namun, antara teori
dan praktik sering kali terpisah ranjangnya. Oleh karena itu, marilah memupuk
kejujuran yang sebenarnya sudah menjadi pengetahuan bersama dan kita punya
modalnya dalam jiwa. Tidak usah pergi jauh(-jauh) untuk mengerti bagaimana
kejujuran yang sesungguhnya. Dari kisah tukang laundry tadi, setidaknya
kita bisa memetik pelajaran. Allāhu a’lamu. []
Salam sukses dari kami
BalasHapusuntuk anda yang membutuhkan mesin pengering,
setrika uap, konversi, dan perlengkapan laundry lainnya silahkan
menghubungi kami di web www.bospengering.com atau langsung telpon kami
ke 081221673020; pin bb 59F141F2, Line : Bospengering, Facebook : Bos
Pengering