Rabu, 13 Februari 2013

KADO KEHIDUPAN

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)

 
Sebenarnya mendaki gunung bukanlah hal yang asing bagi saya pribadi. Dari kecil saya tinggal di daerah yang banyak orang menyebutnya “(n)Gunung”. Rumah saya terletak di dataran tinggi yang banyak ditumbuhi pohon kopi. Karena daerah pegunungan, udara di malam dan pagi hari dingin sekali. Apalagi bagi mereka yang belum terbiasa. Kalau di Jogja saya bisa tidur malam lelap tanpa selimut, di kampung halaman rasanya mustahil.
 
Entah bagaimana awalnya saya menjadi tertarik untuk mulai menggemari hobi baru. Berpetualang ria di alam semesta untuk mentafakkuri ayat-ayat kauniyah Allah ta’ala. Dalam hal ini yang saya maksudkan adalah mendaki gunung. Sebelumnya, saya pernah mendaki sebuah bukit yang lumayan tinggi. Di puncak bukit itu ada “makam” Syeikh Maulana Jumadil Kubro. Selanjutnya, Gunung Langgeran juga pernah saya daki.

(Foto 1)




Kali ini, saya kembali mendaki gunung yang sudah familiar di telinga. Sebuah gunung berapi yang sampai saat ini masih aktif. Tanpa saya duga sebelumnya, track menuju gunung tersebut luar biasa ekstrim. Terjal, bebatuan, menanjak, dan di samping kanan-kiri tebing yang cukup berbahaya. Setelah sukses mendaki saya berpikiran kalau gunung itu “kurang pas” dijelajahi bagi pendaki pemula, termasuk saya sebenarnya.
 
Apalah daya, dan alhamdulillah untuk kali pertama, saya dan rombongan berhasil mencapai puncak. Kalau puncak Gunung Semeru namanya Mahameru di gunung ini namanya Puncak Garuda. Dialah Gunung Merapi yang bersebelahan dengan Gunung Merbabu. Bisa berada di puncak tersebut adalah kenangan yang mengesankan. Apalagi ditemani indahnya mentari pagi yang bersinar untuk kali pertama alias sunrise.

(Foto 2)




Sabtu, 9 Februari 2013 saya berangkat dari pesantren untuk melakukan pendakian. Selain karena ujian (UAS) sudah selesai tentu ada alasan lain mengapa saya memilih tanggal tersebut untuk mendaki. Di tanggal itulah dahulu saya pertama kali menyaksikan betapa indahnya alam semesta. Sejak 21 tahun yang lalu saya hidup, tumbuh, dan berkembang di alam ini atas limpahan karunia-Nya.
 
Mendaki Merapi dapat dikatakan sebagai ungkapan kebahagiaan saya di usia saya yang ke-21. Dengan segala halangan rintangan yang ada, saya bersyukur bisa menuntaskan misi untuk menaklukkan Merapi bersama kawan-kawan. Di saat itulah saya merapa betapa intervensi Allah sangat besar sekali dalam hidup saya. Saya merasa bahwa Allah membersamai saya selalu, khususnya saat saya mendaki gunung istimewa itu.

(Foto 3)




Di tengah perjalanan menuju Selo, Boyolali –lereng Merapi: base camp untuk mengawali pendakian– saya terjatuh dari motor. Sebenarnya bukan karena saya mengantuk atau melamun tanpa makna. Tak tahu bagaimana tiba-tiba kendali motornya oleng. Ban depan motor menyentuh rumput yang ada di samping kiri aspal. Jadilah motor saya terjatuh ke samping kiri. Teman sekamar saya yang berada di belakang terkena imbasnya juga.
 
Di detik-detik terjatuhnya saya dari motor, pikiran melayang kemana-mana. “Wah, gagal mendaki nich…,” batin saya. Ternyata, saya dan teman saya selamat, tidak apa-apa. Motor juga walaupun dengan keadaan stang sedikit bengkok masih bisa berjalan normal. Hujan yang awalnya mengguyur deras, menjelang Maghrib pun reda. Pendakian dimulai setelah shalat Isya’ dengan cuaca yang terang-benderang ditemani ribuan bintang.

(Foto 4)




Kesuksesan pendakian Merapi bagi saya adalah kado kehidupan dari Allah ta’ala yang luar biasa indah. Kepada kawan-kawan, sebanyak 8 orang, yang membersamai pendakian ini saya ucapkan terima kasih. Gunung-gunung lain menanti kedatangan kita. Pada ayah dan bunda, mohon maaf kalau tidak izin sebelumnya, dan baru bilang setelah pendakian usai. Ini adalah cara ananda untuk melihat betapa agungnya alam ciptaan Allah ini, Ayah-Bunda!
 
Pukul 6 pagi, saya dan rombongan berada di puncak Merapi. Saya merasa bahwa kuasa Allah memang tiada tanding(an)nya. Saya harus merasa bersyukur dan semakin pandai menikmati setiap detik nafas yang saya hembuskan. Banyak hal bermanfaat yang bisa saya lakukan namun barangkali masih alpa dari aktivitas saya selama ini. Merapi ada di balik kisah kehidupan awal saya di umur yang ke-21 ini. Alhamdulillah, hamba memuji-Mu, Ya Allah…[]    



Keterangan foto: (1). Perenungan di tengah puncak semesta kehidupan, sehari setelah berulang tahun. (2). Foto bersama di depan Puncak Garuda. Puncak Garuda ditandai dengan Sang Saka Merah Putih yang sedang berkibar. (3). Kawah Condrodimuko tampak dari atas, sedang mengepulkan asap panasnya. (4). Foto bersama di daerah Pasar Bubrah. Para pendaki biasanya mendirikan tenda untuk beristirahat di daerah ini. Allahu akbar!

2 komentar:

  1. Ceritakanlah ttg kata-kata telak Andi mustofa.. Karna aku sdikit tak faham bahsanya.. haha

    BalasHapus
  2. Ketika summit kalo solat gausah sujud,...karena fatal...

    BalasHapus