Sabtu, 18 Mei 2013

BELAJAR LANGSUNG

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)

 
Lepas Shalat Jum’at (17/5/’13), kami punya janji dengan (Prof. Madya) Dr. Najm ‘Abdur Rahmān Khalaf. Dua hari sebelumnya, kami bercakap-cakap dengan beliau usai shalat Maghrib. Perbincangan malam itu lumayan hangat sehingga beliau mempersilakan kami berkunjung ke ruangannya. Ruangan beliau ada di lantai 2 (ath-thābiq ats-tsāniy), Fakulti Pengajian al-Qur’an dan Sunnah (FPQS).

Pagi hari sebelum ke ruangan beliau, kami sempat mengikuti kuliah barang sejenak tentang Metodologi Penelitian. Apa yang disampaikan oleh pensyarah sebenarnya sudah pernah kami baca dan dengar. Bedanya, kalau biasanya kami simak dalam bahasa Indonesia, siang itu kami menyimaknya dalam bahasa Inggris. Tujuan kami sebenarnya lebih kepada observasi suasana kelas, lalu –nantinya– dikomparasikan dengan di UII.

Usai mengikuti kelas, kami bergegas menuju kedai, untuk sarapan. Di kedai itu, kami sempat berbincang dengan Muhammad Faris, pelajar asli Malaysia. Dia saat ini belajar pada tingkat (tahun) ketiga –al-mustawa ats-tsālits. Supaya kami bisa menggali informasi darinya lebih banyak, kami mempersilakannya untuk bersantap satu meja dengan kami. Dia menyetujuinya. Kami berempat, bersantap sekaligus berdiskusi hangat siang itu.

Selanjutnya, kami menuju ke kantor untuk “magang”. Kantor masih tampak sepi. Tidak masalah bagi kami. Kami gunakan kesempatan itu untuk bercerita banyak hal yang bermanfaat. Sekitar pukul 12.20 kami mencari masjid untuk Shalat Jum’at. Karena masjid yang berada di luar kampus teramat jauh, kami putuskan untuk shalat di KK1 (Kolej Kediaman Satu). Di situ, kami menunaikan Shalat Jum’at.

Hari pertama berkantor (magang) di Ruang Timbalan Dekan dan Ketua Program Studi Fakulti Syariah dan Undang-Undang. Hari itu, Rabu (15/5/'13) pertama kali saya berjumpa dengan (Prof. Madya) Dr. Najm 'Abdur Rahman Khalaf. Hingga untuk kedua kalinya, Jum'at (17/5/'13), saya menjumpainya, "belajar langsung" darinya, di ruangannya.

Kami sempatkan istirahat sejenak setelah Shalat Jum’at. Setelah itu, pukul 14.30 kami langsung menuju ke kampus. Tujuan kami adalah ruangan Dr. Najm, seperti yang kami ceritakan di awal. Ketika sampai di depan ruangan beliau, ternyata beliau belum ada di tempat. Kami menunggu sehingga beliau datang. Tak menunggu lama, kami sudah bersama dengan Dr. Najm. Perbincangan yang akrab dimulai siang jelang sore itu.

Sudah menjadi kebiasaan orang “Arab” yang apabila bertemu langsung bertanya banyak tentang kabar atau ihwal (keadaan) lawan bicara. Dr. Najm tentunya melakukan hal sama, selain mengucapkan selamat datang kepada kami. Saat itu, putra Dr. Najm juga berada di ruangan tersebut. Dia juga ramah, dan tak lama kemudian dia terlihat sibuk menulis ulang makhthūthāt di komputer jinjing –yang saya yakini– miliknya.

Banyak hal yang dikisahkan Dr. Najm kala itu. Tetapi karena beliau banyak menggunakan bahasa pasaran (‘āmiyah, sūqiyah), kami tidak memahaminya secara sempurna. Mengerti bahwa kami tidak banyak paham bahasa ‘āmiyah, beliau juga banyak bercakap dengan bahasa fushha yang sudah lazim. Nasihat beliau yang bagi saya penting adalah tentang bagaimana sebaiknya kami menimba ilmu (thalabul ‘ilmi).

Menurut beliau, menimba ilmu itu harus langsung dari “sumbernya”. Kalau “dia” masih hidup maka kita berusaha mendatanginya langsung. Lalu, kalau sudah tiada, meninggal? Kita belajar dari kitabnya dan murid-muridnya. Belajar dari murid ‘ālim sama saja belajar dari “kitabnya”. Seorang murid, menurut beliau, laksana kertas yang ditulisi ‘ālim dengan tinta lisannya. Itulah yang dimaksud dengan belajar (secara) langsung. []


0 komentar:

Posting Komentar