Jumat, 17 Mei 2013

TEMU PIPI 3 KALI

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)

 
Saya terkagum-kaget dibuatnya saat menyaksikan 2 orang perempuan yang saling menyapa. Di Indonesia, saya memang sudah menjumpai kondisi yang sama. Kalau ada 2 perempuan berjumpa, salamnya dengan saling menyentuhkan pipi mereka. “Perjumpaan” pipi tersebut terjadi sebanyak dua kali, yaitu sisi kanan dan kiri. Hal ini bisa saja terjadi dengan menyentuhkan pipi kanan lalu kiri, atau sebaliknya: kiri barulah kanan.
 
Lalu apa yang membuat saya kagum dan kaget? Di Malaysia (sore itu terjadi di perpustakaan pusat USIM), sentuhan itu dilakukan sebanyak 3 kali (ganjil). Tidak lama kemudian, saya bertanya langsung kepada “pelakunya”. Dia adalah seorang perempuan yang baru saya kenal di halte bus. Dia berasal dari Brunai Darussalam. Walaupun belum lama kenal, dia tampak dekat dan akrab pula dengan saya dan teman-teman.
 
Source: https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSsLekpFU8ln5EEffAuBqIlDJ8k_dl3e73U9yrfHU6c24opUPG4
Teman saya itu mengatakan kalau 2 kali itu kan western (budaya barat). Maka logikanya, supaya berbeda dengan budaya western, harus diubah menjadi 3 kali. Saya hanya mengangguk, tanpa banyak memberikan respon yang lebih panjang. Saya langsung teringat pula bahwa aktivitas kebaikan agama saya didominasi dengan bilangan ganjil. Allah itu ganjil dan menyukai hal-hal yang ganjil, katanya.
 
Sejak awal di Malaysia, mulai dari bandara LCCT sampai lingkungan USIM, saya mendapati aura kehidupan yang lebih islami dibanding Indonesia. Budaya “salam” dan menyapa sangat kental di Malaysia. Dan itu memang simbol keislaman yang paling sederhana yang tidak banyak dipraktikkan, kadang kala. Dengan berada di Malaysia selama 28 hari, saya (akan) belajar membiasakannya.
 
Selanjutnya, masalah pakaian juga lebih islami. Khususnya kaum hawa, dengan baju kurungnya yang terlihat anggun dan sopan. Untuk yang laki-laki, dengan baju dan celana yang tidak aneh-aneh seperti di Indonesia. Saya memang tidak berani mengeneralisir. Ini kan baru di USIM. Belum tentu sama dengan di KL (Kuala Lumpur) dan universitas lain yang notabene bukan Islam. Tetapi bagaimanapun, saya senang berada di USIM.
 
Selain itu, masalah “hubungan” laki-laki dan perempuan. Di Malaysia memang lumayan “aman”. Saya belum menjumpai laki-laki dan perempuan berboncengan dalam satu motor. Ini adalah “iklim” yang juga berbeda dengan di Indonesia. Kalau begitu, sebenarnya umat Islam Indonesia memang perlu banyak belajar dari Malaysia. Sentimen (kebencian) seharusnya diurai dengan mencoba melihat hal-hal positif masing-masing negara.
 
Fenomena temu pipi 3 kali memang sebuah simbol, bukan substansi. Tetapi itu tetaplah menjadi hal penting yang kalau dihayati memiliki pengaruh luas dalam kehidupan. Bahwa umat Islam memang memiliki khas sebagaimana dimiliki oleh umat lain. Temu pipi, bagi saya: mau sekali, dua kali, tiga kali, tidaklah masalah. Namun, kalau dibiasakan “3 kali”, maksudnya adalah bahwa tak bijak bagi kita selalu ikut-manut dengan budaya lain.
 
Proteksi “budaya” luar sangatlah penting. Manusia itu biasanya silau dengan hal yang baru, termasuk saya. Karenanya, jangan sampai kesilauan itu menjadikan kita gelap mata, sehingga “mengekor” begitu saja. Berbicara masalah angka 3 (tiga), saya yang baru pertama kunjung ke Malaysia, berharap ini tidak menjadi kunjungan terakhir. Saya ingin kembali ke negeri ini sampai –paling tidak– 3 kali, sebanyak “temu pipi” di sini terjadi. Semoga! []

0 komentar:

Posting Komentar