Senin, 20 Mei 2013

PUTRA JAYA (2)

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)

 
Salah satu transportasi yang menjadi pilihan mahasiswa di USIM khususnya adalah “Perebet”. Perebet itu semacam ojek tetapi kendaraannya berwujud kereta. Untuk diketahui, di Malaysia mobil disebut dengan “kereta”, sementara kereta api: “train”. Mobil atau kereta kecil tersebut boleh (bisa) diisi oleh 3 orang penumpang, 4 orang termasuk sopir. Sabtu (19/5/’13), kami berwisata menggunakan “model transportasi” tersebut.

Foto di depan "Masjid Besi".
Tujuan kami adalah “Putra Jaya”, daerah yang sudah saya ceritakan di tulisan sebelumnya. Kalau sebelumnya kami hanya sekadar melewatinya sahaja, kali ini kami benar-benar berwisata ke sana. Dengan membayar ongkos sekali jalan sebesar 30RM, sampailah kami di daerah Putra Jaya. Destinasi paling awal kami adalah “Masjid Besi”, sebuah masjid yang bangunannya dibuat –secara dominan– dari besi.

Nama resmi masjid tersebut adalah “Tuanku Mizan Zainal Abidin Mosque Putrajaya”. Masjid berseberangan dengan Istana Kehakiman. Istana Kehakiman sendiri kalau di Indonesia –barangkali– sama dengan Mahmakah Konsitusi atau Mahkamah Agung. Masjid Besi dan Istana Kehakiman sama-sama megah sekaligus sama-sama memiliki kubah. Kami pun mengambil gambar di sekitaran dua bangunan yang “wah” tersebut.

Istana Kehakiman, berseberangan dengan Masjid Besi.
Kami menunaikan shalat Dhuhur di Masjid Besi. Masjid dikelilingi oleh kolam –kecuali bagian timur– yang airnya terus mengalir. Landskap tersebut tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi Masjid Besi. Setelah merasa cukup, kami pun bergerak menuju Masjid Putra Jaya. Saya katakan ke teman-teman, bahwa kami akan shalat Ashar di Masjid Putra Jaya. Salah seorang teman berkomentar, bahwa wisata kami bak wisata shalat saja, kalau begitu.

Masjid Putra Jawa letaknya di sebelah barat-daya istana Perdana Menteri Malaysia. Masjid ini menjadi tujuan wisata andalan juga. Wisatawan baik yang muslim dan non-muslim tertarik untuk berkunjung ke Masjid Tersebut. Jadi tidak heran kalau di sekitaran masjid juga berseliweran orang bule, orang India, orang China, dan lainnya –yang tentu mayoritas mereka tidak beragama Islam.

Masjid Putra Jaya tampak dari kejauhan dengan setting danau yang mengitarinya.
Menariknya, semua orang memang boleh masuk lingkungan utama masjid. Tetapi bagi mereka yang pakaiannya tidak islami. Misalnya laki-laki hanya memakai celana pendek, perempuan tidak memakai hijab atau bajunya ketat. Mereka diharuskan untuk memakai jubah yang memang sudah disediakan di pintu masuk. Teman kami menyebut jubah itu dengan “Jubah Harry Potter”. Inilah satu keunikan “wisata masjid (shalat)” yang kami temui.

Inilah "Jubah Harry Potter" yang dimaksudkan oleh teman saya.
Usai shalat Ashar, kami mencari kedai makan. Kedai makan ada di bagian bawah masjid. Saya pribadi menyantap nasi goreng daging petang itu ditemani limau ice [ais] atau es jeruk. Dari kedai kami bisa menyaksikan panorama danau buatan yang indah dan mempesona. Suasana Pantai Losari, Makassar, menurut saya masih kalah dengan keindahan yang kami saksikan sore itu. Maha suci Allah, Subhānallāh...

Di taman, depan Istana PM dan Masjid Putrajaya.
Setelah itu, kami sempatkan untuk menikmati senja di taman yang terletak di depan masjid. Dari taman itu, kami dengan leluasa menyaksikan masjid dan Istana atau Jawatan PM Malaysia. Selepas itu, kami menunaikan shalat Maghrib yang kemudian dilanjutkan dengan shalat Isya’. Kami sudah memesan Perebet untuk kepulangan kami. Sekitar jam 10 malam barulah kami beranjak, pulang menuju penginapan. Sungguh, perjalanan yang berkesan. []


2 komentar:

  1. baru buka PC,,,, baru tahu lo ad masjid besi ^O^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya.. Itu julukan saya, Dik...
      Semoga bisa berkunjung ke sana, Adik..

      Hapus