Kamis, 16 Mei 2013

“PASTA BANDARA”

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)

 
Bepergian dengan pesawat terbang tentulah berbeda dengan ketika kita memilih transportasi lain. Gambangnya, naik pesawat tak sesimpel naik becak. Naik becak, tinggal panggil tukang becak, jalan, sampai tujuan, bayar, selesai urusan. Tetapi pesawat tentu tidaklah demikian. Pemesanan tiket sudah harus jauh-jauh hari pra-keberangkatan. Barang bawaan dibatasi dan juga tidak semua barang boleh dibawa.
 
Pesawat juga tidak sama dengan ojek, yang kalau kita telat masih mau dengan ikhlas menunggu. Pesawat kalau sudah waktunya terbang ya harus terbang. Saat telat sebenarnya masih mungkin untuk ikut terbang ketika –misalnya– pesawat delay, tunda waktu terbang. Masalah ketepatan waktu keberangkatan, pesawat masih agak luwes sebenarnya. Paling “kejam” itu adalah kereta api, jumlah penumpang tidak dicek dahulu jelang keberangkatan.
 
Masalah pesawat akan lebih kompleks lagi kalau destinasi kita adalah luar negeri. Tentu ada pengecekan paspor baik di bandara asal, dan setelah sampai di tempat tujuan. Kalau saja nama di paspor berbeda dengan nama di tiket wah jadi masalah besar pastinya. Lainnya, ketika sampai di bandara tujuan paspor terselip atau bahkan raib, lebih runyam lagi problemnya. So, jangan lupa untuk membawa foto kopi paspor.
 
Fungsi foto kopi paspor adalah sekadar “jaga-jaga” kalau paspor kita hilang. Tentu, saya yang baru pertama ke luar negeri tidak pernah berharap hal ini terjadi pada saya. Kepada Allah, saya memohon perlindungan dan penjagaan. Nah, kalah paspor memang hilang, kita bisa pergi ke KBRI yang ada di negara tujuan. Di situ, dengan prosedur yang sudah ditetapkan, kita bisa mendapatkan semacam surat sementara pengganti paspor.
 
Satu lagi hal penting yang berkait dengan pewasat yang perlu diperhatikan. Untuk yang satu ini, benar-benar terjadi pada diri saya. Sehari sebelum “go to” Malaysia, saya membeli beberapa hal yang mungkin saya perlukan selama di sana. Saya beli sandal jepit, tisu, sikat gigi, pasta gigi, dan beberapa item lain. Semua barang bawaan saya lolos di bandara, kecuali pasta gigi saya, yang harganya lumayan tuh: lebih dari 10 ribu rupiah.
 
Bandara Adi Suctipto, Selasa (14/5/’13). Ketika masuk pengecekan barang tahap 2 (international passengers), penjaganya bilang: “Ada pasta giginya ya, Mas?” Saya mengiyakan, dan akhirnya tas kecil saya diperiksa seluruhnya. Petugas nampak mengamati pasta gigi bawaan saya. Belakangan saya tahu kalau yang dilihat adalah berapa berat pasta gigi itu. Karena lebih dari 100 miligram, akhirnya pasta gigi saya harus ditinggal di bandara.
 
Source of picture: http://hiasanrumah.files.wordpress.com/2011/10/pasta-gigi.jpg
 
Di ruang tunggu saya sempat bilang ke teman saya. Andai pasta itu bisa dibagi menjadi 2 bagian, berarti kan tidak lebih dari 100 miligram masing-masing bagiannya. Dan itu artinya “pasta” boleh dibawa. Tetapi tindakan tersebut tentu tidak diperkenankan oleh petugas. Ya, jadilah pasta gigi saya menjadi penghuni bandara dan urung menemani saya menuju Malaysia. Semoga engkau, pasta gigiku, bermanfaat di sana.
 
Saya tidak tahu dimana sekarang pasta gigi itu berada. Masih di bandara, atau sudah dibawa pulang oleh siapapun itu. Bagi saya tidak masalah pasta gigi itu digunakan. Sebab, dengan tertinggalnya pasta gigi itu berarti ia sudah bukan milik saya. Maafkan saya pasta gigiku, saya harus membeli yang baru di negeri jiran ini. Semoga engkau tidak sakit hati. Dimanapun saat ini engkau berada, saya senang menamaimu “pasta bandara”. Good bye! []

1 komentar: