Selasa, 29 Januari 2013

SILATURAHMI


Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)


Tanggal 27 Juni 2012 saya menuliskan status di salah satu jejaring sosial (facebook). “Hari ini saya membuktikan betapa silaturahmi itu membahagiakan, menentramkan, dan mendatangkan rezeki yang tiada terduga. Hamdalah... Bagaimana dengan Sahabat-sahabat saya?” Status itu saya tulis selain sebagai ucapan syukur kepada Allah juga sebagai pemantik untuk lebih giat dan gemar bersilaturahmi.
               
Hari itu saya berkunjung ke bagian kemahasiswaan universitas. Awalnya, saya sempat berfikir dua kali, mau mampir atau langsung ke masjid kampus. Akhirnya, saya putuskan untuk mampir barang sebentar. Jadilah saya memasuki salah satu ruangan di lantai 2 rektorat. Bertemulah saya dengan kawan saya dan direktur kemahasiswaan dan stafnya. Obrolan kesana-kemari benar-benar terjadi siang itu.
               
Sebelum saya meninggalkan ruangan, salah seorang staf menganjurkan saya untuk tetap berada di ruangan itu. “Mas Samsul jangan pergi dulu…” katanya. Saya menurut saja. Tanpa saya duga, ternyata beliau mengambilkan makan siang untuk kita siang itu. Alhamdulillāh, kami menikmati anugerah Allah ta’āla siang itu dengan berjamaah. Sungguh, tidak terfikirkan sebelumnya bisa makan bersama dan gratis pula.
               
Saya ingin menegaskan bahwa banyak hal yang mungkin menjadi keberkahan dari silaturahmi. Selain silaturahmi itu sendiri membuat kita bahagia, ada sisi lain yang terkadang memang tidak terfikirkan kita dapatkan darinya. Wajar jika ada hadits yang menerangkan bahwa silaturahmi itu memudahkan rezeki dan memanjangkan umur kita. Sebab, memang dengan bersilaturahmi hidup bahagia dan pintu rezeki lekas terbuka.
               
Silaturahmi itu adalah sebuah penegasan bahwa manusia butuh berkomunikasi baik dengan sesama. Dengan silaturahmi, kita dapat berbagi kebahagiaan. Pada saat yang sama jika kita sedang bersedih hati, bisa juga curhat dan semacamnya. Intinya, banyak sisi positif yang didapatkan dari bersilaturahmi. Dengan begitu, sebenarnya tidak ada alasan untuk menutup diri dalam hidup ini. Silaturahmi itu utama.
               
Bahkan ketika seseorang berani memutuskan silaturahmi akan menjadi “bencana” tersendiri baginya. Memutus silaturahmi (qath’u rahmin) bisa menjadi penghalang kita untuk memasuki surga-Nya. Kita berharap agar kita bisa terus melanggengkan silaturahmi. Insya Allah, rahmat-Nya akan meliputi keseharian kita. Dan yang paling penting kita pintu surga terbuka untuk kita.
               
Mungkin, terlalu pragmatis kalau kita hanya dan selalu berharap rezeki dengan silaturahmi. Tapi, paling tidak itu sah dan sama sekali tidak melanggar aturan agama. Memang, ketika silaturahmi sudah menjadi kebiasaan kita maka kita tidak lagi memikirkan imbas dari silaturahmi. Kita melakukannya lebih karena kebutuhan hidup dan panggilan jiwa. Tanpa adanya tendensi keduniaan yang melatarbelakanginya.
               
Mengingat betapa pentingnya silaturami, mulai saat ini mari memperbaiki kualitas silaturahmi. Hidup memang tidak cukup dengan sekadar mengharap dan berharap. Kita juga bisa berbagi dan memenuhi harapan seseorang. Jika kebahagian saat ini juga bisa kita rasakan dalam hati dengan memberi, maka silaturahmi sebenarnya menjadi jalan yang tepat. Semoga! Allāhu a’lamu. []

0 komentar:

Posting Komentar