Oleh: Nahlawa Fairuz Zanjabila
Keinginan untuk
membaca itu bukan semata karena buku yang dibaca bagus. Seringkali, semangat
membaca hadir karena adanya tempat yang nyaman. Lebih kongkritnya, ada
fasilitas yang membuat kita merasa ‘asyik’ ketika membaca. Hal itulah yang
penulis pelajari dari perpustakaan baru di kampus penulis. Perpustakaan baru,
dengan wajah baru, tampilan baru, setting
baru, dan segala ‘kebaru(-baru)an’ lainnya terbukti menyedot banyak pengunjung.
Dilihat dari isi
buku mungkin tidak banyak yang berbeda dengan perpustakaan lama. Namun, karena
lokasi yang strategis ditambah dengan ada embel-embel
candi –anugerah Allah– ceritanya menjadi lain. Inilah yang membuat penulis
semakin sadar bahwa yang terpenting itu bukan
sekadar substansi (esensi). Lebih dari itu, hal-hal yang sifatnya out of essence (di luar esensi) juga
penting. Sebab, logika manusia dibangun bukan untuk ‘menangkap’ isi saja tetapi
apa yang mengitari isi juga.
Maksudnya begini,
membaca itu tujuannya untuk mendapatkan ilmu dari buku-buku yang bermutu. Titik
poinnya berada pada isi buku. Namun, bagaimana kalau kita harus membaca di
ruang yang sama sekali tidak nyaman, tidak ada unsur estetikanya, pengap, dan
segenap alasan negatif lainnya? Tentu, banyak yang akan menjawab: “Lebih baik tidak membaca.” Hal ini
karena dalam proses pemahaman butuh suasana yang tenang dan nyaman.
Berangkat dari
uraian di atas maka penting untuk mendesain perpustakaan dengan baik dan unik.
Sehingga, siapapun yang berkunjung akan merasa betah didalamnya. Tentu, bukan
betah karena tertidur pulas namun betah membaca, menambah pundi keilmuan. Konsep
pelayanan yang memuaskan juga penting. Misalnya, petugas selalu siap sedia
untuk membantu para pengunjung untuk mencari buku yang diinginkan dan
sebagainya.
Perpustakaan lahir
sebagai apresiasi terhadap urgensi ilmu pengetahuan. Perpustakaan menjadi
rujukan penting untuk menggali lebih jauh wawasan yang selama ini kita
dapatkan. Betapapun demikian, lagi-lagi perpustakaan tidak cukup hanya dengan
buku-buku yang berkualitas. Ia harus juga dilengkapi dengan fasilitas yang
memadai dan pelayanan yang memuaskan. Dengan demikian, hadirnya perpustakaan
benar-benar berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
Jika perpustakaan
yang ‘oke’ sudah ada di tengah-tengah kita maka selanjutnya adalah ‘tentang
kita’. Maksudnya, sudikah kita melangkahkan kaki ‘menujunya’ sebagai bagian
dari usaha pencarian ilmu. Perpustakaan bukanlah monumen yang dikunjungi
sekadar untuk tujuan rekreasi. Ia harus terus disambangi demi mendapatkan
pengetahuan yang berharga. Dan itu semua adalah pilihan kita.
Sejak awal, dalam
agama Islam diajarkan tentang pentingnya membaca. Firman Allah SWT yang pertama
kali turun kepada Nabi Muhammad SAW adalah ‘perintah membaca’. Dalam konteks
ini, perpustakaan hadir untuk memberi kesempatan semua orang untuk membaca.
Artinya, adanya perpustakaan sebenarnya adalah aplikasi dari firman Allah.
Siapapun yang terlibat di dalamnya berhak atas ‘lebel’: orang yang menghidupkan
firman-Nya.
Banyak hal yang
sudah penulis ungkapkan terkait perpustakaan. Marilah kita merenung bersama
bagaimana nasib perpustakaan kita ke depan. Kalau kita tidak menjaga budaya
baca maka tidak ada jaminan generasi ke depan akan rajin membaca. Kalau kita
tidak menyiapkan perpustakaan yang nyaman, lalu kemana anak cucu kita akan giat
membaca? Mulai saat ini, pentinglah kiranya untuk memikirkan itu semua. Semoga
Allah Meridhai kita. Āmīn. Allāhu a’lamu.
[]
0 komentar:
Posting Komentar