Selasa, 29 Januari 2013

MENGHADIRKAN KEBAHAGIAAN


Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)


Kebahagiaan itu adanya dimana? Sungguh, sebuah pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Mungkinkah kebahagiaan itu berada di mall (supermarket)? Atau kebahagiaan itu bertengger di puncak gunung nun indah yang jauh di sana? Dengan beragam alternatif yang mungkin disebutkan, sudahkah cukup untuk menjelaskan lokasi kebahagiaan? Jika demikian, berarti kebahagiaan itu nomaden, temporal, dan kondisional!
               
Rabu siang ba’da Dhuhur, saya mendengarkan ceramah di masjid kampus. Ketika itu yang menyampaikan ceramah adalah (Pak) Melan, SH. Ceramah yang beliau sampaikan adalah terkait “Syukur”. Pada akhirnya, sampailah beliau kepada pertanyaan “dimanakah kebahagiaan itu berada” seperti awal tulisan saya. Kata beliau singkat, bahagia itu adalah “di sini”, di hati.
               
Iya, benar sekali kebahagiaan itu hakikatnya berada dalam hati. Dimanapun kita berada, ketika bahagia itu ada sebenarnya tetaplah hati yang menyimpannya. Hati adalah bagian terpenting dalam tubuh manusia. Ia adalah simbol bagaimana kondisi keseluruhan jiwa manusia. Jika hatinya baik maka akan baik pula segenap amal perbuatannya. Jika hati bahagia maka bahagia itu akan terpancar dalam setiap aktivitasnya.
               
Jika kita sepakat bahwa bahagia adanya di dalam hati, lalu kapankah bahagia itu adanya? Jawabannya adalah: sekarang. Kita sebenarnya berkesempatan untuk menancapkan kebahagiaan itu di dalam hati sekarang juga. Bukan nanti, besok, lusa, apalagi tahun depan. Saat ini juga, kebahagiaan mungkin kita dapatkan. Sebab, manusia diberikan bekal yang sama untuk bahagia dalam hidupnya.
               
Pertanyaan ketiga adalah, sebenarnya bagaimana mendapatkan kebahagian itu? Masih mengutip penjelasan Pak Melan, SH. Bahagia itu dapat diperoleh dengan memberi. Iya, ternyata berbagi itu membahagiakan. Jika dihitung dengan uang, mungkin nominal uang yang kita miliki akan berkurang. Namun, berdasarkan kalkulasi Allah, tidak ada yang berkurang sama sekali dengan memberi. Justru akan bertambah, dengan keberkahan.
               
Spirit of giving (semangat untuk berbagi) itulah yang mampu menjadi instrumen untuk mendatangkan kebahagian. Tentu sudah mafhum bahwa hidup tidak cukup dengan take tetapi harus ada give-nya juga. Jika kita konsentrasi untuk memberi maka tanpa take-pun, apa yang seharusnya kita ambil akan datang dengan sendirinya. Itulah pentingnya memberi alias berbagi.
               
Sudah jelas bahwa semua orang berkah untuk bahagia. Dan bahagia itu dapat kita undang untuk datang ke dalam hati kita masing-masing. Tepatnya, ia dapat kita datangkan. Caranya dengan menata hati untuk siap sedia menerimanya. Mengubah mind set bahwa kesedihan itu dapat dibuang. Sebagai gantinya, hati diisi dengan kebahagiaan yang menjadikan kita bersemangat dalam menjalani kehidupan.
               
Tidak perlu menunggu waktu untuk menjadi insan yang bahagia. Bahagia adalah sebuah kondisi dimana kita sedang mood on untuk berbuat kebaikan. Jika kebahagiaan itu didapat dengan berbuat baik (memberi) maka setelah mendapatkannya baiknya digunakan pula untuk berbuat kebaikan. Artinya, ada lipatan kebaikan yang mungkin kita lakukan jika kita bahagia. Selamat berbahagia, Kawan! Allāhu a’lamu. []

0 komentar:

Posting Komentar