Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)
Kebahagiaan itu
adanya dimana? Sungguh, sebuah pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Mungkinkah kebahagiaan
itu berada di mall (supermarket)? Atau kebahagiaan itu bertengger di
puncak gunung nun indah yang jauh di sana? Dengan beragam alternatif
yang mungkin disebutkan, sudahkah cukup untuk menjelaskan lokasi kebahagiaan?
Jika demikian, berarti kebahagiaan itu nomaden, temporal, dan kondisional!
Rabu siang ba’da
Dhuhur, saya mendengarkan ceramah di masjid kampus. Ketika itu yang
menyampaikan ceramah adalah (Pak) Melan, SH. Ceramah yang beliau sampaikan
adalah terkait “Syukur”. Pada akhirnya, sampailah beliau kepada pertanyaan
“dimanakah kebahagiaan itu berada” seperti awal tulisan saya. Kata beliau
singkat, bahagia itu adalah “di sini”, di hati.
Iya, benar sekali
kebahagiaan itu hakikatnya berada dalam hati. Dimanapun kita berada, ketika
bahagia itu ada sebenarnya tetaplah hati yang menyimpannya. Hati adalah bagian
terpenting dalam tubuh manusia. Ia adalah simbol bagaimana kondisi keseluruhan
jiwa manusia. Jika hatinya baik maka akan baik pula segenap amal perbuatannya.
Jika hati bahagia maka bahagia itu akan terpancar dalam setiap aktivitasnya.
Jika kita sepakat
bahwa bahagia adanya di dalam hati, lalu kapankah bahagia itu adanya?
Jawabannya adalah: sekarang. Kita sebenarnya berkesempatan untuk menancapkan
kebahagiaan itu di dalam hati sekarang juga. Bukan nanti, besok, lusa, apalagi
tahun depan. Saat ini juga, kebahagiaan mungkin kita dapatkan. Sebab, manusia
diberikan bekal yang sama untuk bahagia dalam hidupnya.
Pertanyaan ketiga
adalah, sebenarnya bagaimana mendapatkan kebahagian itu? Masih mengutip
penjelasan Pak Melan, SH. Bahagia itu dapat diperoleh dengan memberi. Iya,
ternyata berbagi itu membahagiakan. Jika dihitung dengan uang, mungkin nominal
uang yang kita miliki akan berkurang. Namun, berdasarkan kalkulasi Allah, tidak
ada yang berkurang sama sekali dengan memberi. Justru akan bertambah, dengan
keberkahan.
Spirit of giving (semangat untuk
berbagi) itulah yang mampu menjadi instrumen untuk mendatangkan kebahagian.
Tentu sudah mafhum bahwa hidup tidak cukup dengan take tetapi harus ada give-nya
juga. Jika kita konsentrasi untuk memberi maka tanpa take-pun, apa yang
seharusnya kita ambil akan datang dengan sendirinya. Itulah pentingnya memberi
alias berbagi.
Sudah jelas bahwa
semua orang berkah untuk bahagia. Dan bahagia itu dapat kita undang untuk
datang ke dalam hati kita masing-masing. Tepatnya, ia dapat kita datangkan.
Caranya dengan menata hati untuk siap sedia menerimanya. Mengubah mind set
bahwa kesedihan itu dapat dibuang. Sebagai gantinya, hati diisi dengan
kebahagiaan yang menjadikan kita bersemangat dalam menjalani kehidupan.
Tidak perlu
menunggu waktu untuk menjadi insan yang bahagia. Bahagia adalah sebuah kondisi
dimana kita sedang mood on untuk berbuat kebaikan. Jika kebahagiaan itu
didapat dengan berbuat baik (memberi) maka setelah mendapatkannya baiknya digunakan
pula untuk berbuat kebaikan. Artinya, ada lipatan kebaikan yang mungkin kita
lakukan jika kita bahagia. Selamat berbahagia, Kawan! Allāhu a’lamu. []
0 komentar:
Posting Komentar