Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)
Ini adalah sebuah
ungkapan yang cukup familiar di masyarakat kita: “Ala bisa karena
biasa.” Orang yang serba bisa itu disebabkan karena ia sudah terbiasa
melakukannya. Itulah mengapa saat saya terkagum-kagum dengan kelihaian
seseorang ada yang kemudian mengingatkan. “Ya tidak usah nggumun (kagum),
namanya juga sudah kerjaannya.” Bagaimanapun, saya tidak bisa
menyembunyikan kekaguman saya dalam kondisi tertentu.
Dalam hal apapun
penting untuk menancapkan kebiasaan. Inilah yang dalam bahasa Inggris dikenal
dengan istilah habit. Ketika sesuatu sudah menjadi kebiasaan maka
jadilah ia sebagai diri kita. Maksudnya, ia tiada lain adalah karakter kita
yang melekat erat dan sukar tergantikan oleh yang lainnya. Pokoknya, ia adalah
teman dekat yang kesetiaannya tidak perlu diuji lagi.
Nah, persoalannya
adalah untuk menuju habit itu memang tidak mudah. Saya pernah mendengar,
lakukan sesuatu yang baik itu selama 90 hari. Setelah itu, pada hari ke-91 dan
seterusnya akan menjadi kebiasaan kita. Wah, lumayan lama bukan, sekitar
3 bulan. Jika pada hari ke-90 kita gagal/berhenti maka berdasarkan anjuran itu
gagal pula kebaikan itu menjadi kebiasaan (habit) kita.
Tere Liye beda lagi
konsepnya. Sebagai penulis yang cukup terkenal dengan karya-karyanya di negeri
ini tentu memiliki tips untuk menjadi penulis handal. Dalam sebuah workshop
ia menanjurkan peserta untuk membangun kebiasaan menulis. Caranya, dengan
berlatih menulis setiap hari minimal seribu (1000) kata selama 6 bulan. Setelah
itu, katanya, kita akan sama dengan penulis manapun.
Wow, luar biasa sekali
anjuran Tere Liye. Saya pribadi sejak mengikuti workshop-nya belum
berhasil melakukannya. Tepatnya, saya juga belum menargetkan diri untuk konsen
menaati perintah Tere Liye. Bang Tere –begitu ia sering disapa– menurut saya
ingin mengatakan bawah tidak ada yang instan di dunia ini. Kalau kita ingin expert
ya harus berani membangun kebiasaan yang positif, dan pastinya dalam waktu
yang lama.
“You make your
habit firstly. Then, your habit will make you secondly.” Banyak ungkapan
yang senada dengan statemen tersebut. Pertama-teman memang kita harus
membiasakan diri dengan hal yang positif. Setelah itu barulah hal yang positif
itu yang akan melabeli diri kita. Misalnya, kita berusaha keras menjadi penulis
walaupun terkesan dipaksa. Setelah menulis menjadi kebiasaan kita maka label
penulis akan kita dapatkan.
Memang, namanya
memulai itu beratnya luar biasa. Seperti halnya memulai mengendarai sepeda
motor butuh energi ekstra (gigi persneling tingkat 1). Sehingga, orang yang
ingin memulai memang harus berani melawan kemalasannya dan segala bad mood lainnya.
Setelah itu barulah ia mampu melakukan awal perubahan besar dalam dirinya.
Sebab, pada akhirnya kebiasaan baiknya lah yang akan menyematkan label positif
untuknya.
Baik, jika sudah
demikian maka beranikah kita memulai untuk membangun kebiasaan (habit)?
Sebagai manusia yang disiapkan menjadi pemenang maka seharusnya kita siap. Mari
berkeyakinan bahwa semakin banyak kebiasaan baik yang kita lakukan semakin
mulia hidup kita. Selain itu, kita tidak akan memiliki banyak waktu untuk
melakukan kesia-siaan. Āmīn. Allāhu a’lamu. []
0 komentar:
Posting Komentar