Minggu, 17 Februari 2013

PESONA YANG TERPENDAM

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)


Mengapa ilmuan yang ada di lingkaran ibukota lebih cepat tenar alias dikenal publik secara luas? Jawabannya mereka sangat dekat dengan media nasional. Eksistensi mereka sering ditampilkan oleh media yang memang terpusat di Jakarta. Ketika ada fenomena yang terjadi maka banyak reporter media yang meminta tanggapan atau pendapat dari ilmuan tersebut. Jadilah mereka yang berada di jantung kota Jakarta lebih familiar di mata bangsa.

(Foto 1)
 
Berbicara masalah ketenaran memang tidak selamanya berkaitan dengan lokasi yang strategis. Lokasi menjadi dikesampingkan manakala objek berita memang luar biasa, super, dan amazing. Dimanapun lokasi, meskipun di ujung “dunia” sekalipun pastilah awak media akan mengejarnya. Selain itu, sebuah keluarbiasaan itu tidak terekspos bukan semata karena keengganan tetapi barangkali memang disebabkan oleh ketidaktahuan. 

(Foto 2)
 
Berkaitan dengan hal ini, saat bulan puasa (Ramadhan) –ketika itu masih pula dalam suasana (17) agustusan. Bersama 4 orang kawan, saya menyambangi panorama alam yang indahnya tak ketulungan. Setelah deal-dealan di rumah saya, kami sepakat untuk menuju air panas yang lazim dikenal dengan “belerang”. Pertimbangan medan yang menanjak, akhirnya setiap orang membawa satu motor.

(Foto 3)
 
Motor yang kami kendari pastinya tidak bisa dengan seenaknya menjangkau lokasi. Kami harus meninggalkan motor tercinta itu untuk kemudian berjalan beberapa puluh menit. Berjalan di bawah terik matahari dan sedang berpuasa tentunya bukanlah pilihan yang mudah. Tetapi bagi saya (dan teman saya) puasa bukan menjadi alasan untuk tidak bersemangat berjuang, menapaki kehidupan.

(Foto 4)
 
Selama kurang lebih 25 menit kami sampai ke lokasi. Tampilan awal “belerang” sungguh menggoda. Selanjutnya memang terserah kami, tetapi ya tetaplah menarik pandangan mata. Suguhan air panas dalam waduk yang lumayan luas begitu mempesona. Di titik air yang tingkat derajatnya tinggi, telur mentah kalau dimasukkan bisa masak. Sebuah penampilan alam yang bagi saya –pribadi– tak biasa.

(Foto 5)
 
Selain itu, pemandangan sekitar juga tak kalah menarik. Pepohonan yang masih tumbuh bebas dan asri menambah daya pikat lokasi itu. Bebatuan yang mendominasi wilayah itu memaksa saya untuk berimajinasi saat berada di padang tandus, Timur Tengah sana. Di ujung selatan juga mengalir air jernih yang karena di berada di daerah pegunungan maka segarnya pol. Kami membasuh muka di aliran air itu.

(Foto 6)
 
Di barat laut ada semburan gas panas dengan intensitas dan kecepatan tinggi. Saya berpikir kalau seandainya Pak Dahlan Iskan (saat itu masih menjabat sebagai Dirut PLN) tahu daerah tersebut. Boleh jadi beliau tertarik untuk memaksimalkan energi uap tersebut. Semoga Pak Dahlan –wartawan yang suka travelling– yang kharismatik itu walaupun tak lagi menjadi Dirut PLN suatu ketika berkesempatan mengunjungi tempat tersebut.

(Foto 7) 
 
Kami sembari beristirahat tentu sangat bersyukur pada Allah ta’ala. Bahwa di daerah kami, Lampung Barat ada pesona alam yang tak seharusnya diluputkan. Saya yakin masih banyak keindahan alam, potensi alam, rahasia alam di negeri tercinta ini yang –karena waktu saja– belum terekspos media. Hal ini sama dengan potensi (pesona) anak bangsa yang sebenarnya luar biasa namun banyak yang belum tersalurkan. Subhānallāh... []
  

Keterangan foto
(1). Pemandangan alam yang tampak dari depan rumah saya. Foto diambil beberapa saat sebelum keberangkatan menuju air panas (belerang). 
(2). Panorama alam yang terlihat dari daerah perbukitan, dekat dengan air panas. 
(3). Track yang sempit tak mungkin dilalui dengan sepeda motor. Setelah mengistirahatkan sepeda motor giliran kaki kami yang bekerja, menyusuri indahnya alam.
(4). Edy El Faruqie dengan wajahnya yang puas karena telah berhasil mencapai lokasi air panas (belerang). Ketika tulisan ini dibuat yang bersangkutan sedang diberi ujian oleh Allah. Lekas sembuh ya, Dik. Amin.
(5). Kawah air panas yang luar biasa indah. 
(6). Semburan air panas yang suaranya tak kalah seru dengan dahsyatnya aroma yang ditimbulkan.  
(7) Dari kiri: Agathon Ardiu dan Edy El Faruqie (keduanya adik tingkat saya di Madrasah Aliyah), Ahmad Masruri (teman sepermainan saya), dan saya sendiri.




1 komentar: