Oleh: Samsul Zakaria
“Rezeki itu ada di tangan Tuhan tetapi kalau tidak diambil akan tetap
berada di tangan Tuhan.” Sebuah ungkapan yang sering didengar dan
senantiasa menarik untuk dijadikan bahan renungan. Bahwa mutiara tidak keluar
begitu saja dari dasar lautan. Emas tidak nongol tanpa sebab dari dasar
bumi. Uang tidak turun cuma-cuma dari langit yang jauh di sana. Semua itu butuh
usaha, yang seringkali tidak mudah.
Dalam Surat Hūd [11] ayat 6, Allah berfirman: “Dan tidak satu pun
makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya Dijamin Allah rezekinya…”
Makhluk bergerak (bernyawa) adalah terjemahan dari kata “dābbah”. Secara
bahasa, dābbah maknanya adalah hewan (yang) melata. Secara sederhana
dapat dipahami bahwa jaminan rezeki dari Allah itu tidak datang begitu saja.
Harus didahului dengan usaha: gerak, melata, berjalan.
Dalam kitab Tafsīr Ibn Katsīr dijelaskan: “Akhbara ta’āla annahu mutakaffilun
bi arzāqil makhluqāt min sā-iri dābbatil ardi shaghīrihā wa kabīrihā, bahrīhā
wa barrīhā…” Artinya, Allah ta’āla mengabarkan bahwa Dia adalah
penjamin rezeki seluruh makhluk dari sekian banyak hewan melata di dunia (termasuk
manusia). Baik yang kecil maupun yang besar, yang ada di lautan dan yang berada
di bumi.
Tidak perlu terkejut ketika manusia dalam firman tersebut termasuk
bagian dari dābbah atau binatang melata. Pasalnya, manusia sebenarnya
adalah “binatang” yang diberikan kelebihan lain yaitu akal dan kemampuan
komunikasi yang baik. Oleh karena itu, dalam ilmu mantik manusia diistilahkan
dengan hayawān-un nāthiq-un, “binatang” yang pandai bercakap/berbicara.
Lepas dari beberapa pembahasan tersebut, manusia secara khusus haruslah
berikhtiar untuk mendapatkan rezeki dari Allah. Logikanya sederhana. Allah itu
menyediakan jalan rezeki yang banyak di depan pintu rumah kita. Katakanlah
jalan rezeki tersebut berupa sungai yang mengalir tepat di depan rumah kita
tadi. Tugas kita adalah membuat selokan yang mengalirkan air sungai ke rumah
kita. Itulah yang menjadi rezeki kita sesungguhnya.
Pertanyaannya, bagaimana dengan mereka yang hanya berpangku tangan
tetapi rezekinya mengalir begitu deras? Jawabannya karena selain ada sunnatullah
di dunia ini juga ada yang namanya takdir. Sunnatullah itu kalau kita
berusaha berarti kita mendapatkan hasil usaha kita. Sementara takdir, menurut
Syaikh Mutawalli asy-Sya’rawi, adalah apa yang kita dapatkan namun bukan yang
kita usahakan.
Maksud takdir adalah orang yang tidak berusaha namun mendapatkan sesuatu
yang seharusnya didapatkan dengan usaha. Dia mendapatkannya tanpa usaha karena
memang Allah dengan kekuasaan-Nya menakdirkannya demikian. Nah, itu
dapat dikatakan sebagai pengeculian. Dalam taraf normal dan standar, manusia
tetap diperintahkan untuk berusaha, menjemput rezeki yang sudah disediakan
Allah.
Setelah mendapat rezeki, yang halal pastinya, lalu apa yang kita
lakukan? Selanjutnya, harus dipahami dan disadari bahwa rezeki hakikatnya
adalah titipan. Tidak ada seorang hamba pun yang memiliki otoritas untuk
menguasai rezeki (baca: harta) secara mutlak. Semua yang kita miliki adalah
titipan, sepantasnya digunakan untuk amal kebaikan, karena pada waktunya akan
dimintai pertanggungjawaban. Allāhu a’lamu. []
0 komentar:
Posting Komentar