Oleh: Samsul Zakaria
Kira-kira apa yang membuat harga emas itu mahal? Banyak hal yang mungkin
bisa menjadi jawabannya. Pertama, karena warnanya yang kuning kemilauan.
Kedua, karena memiliki kadar karat. Ketiga, dan inilah yang ingin
saya kupas dalam tulisan ini yaitu karena “langka”. Nilai kelangkaan emas
itulah yang menjadikannya bernilai ekonomis alias mahal.
Mungkin banyak yang kemudian berkomentar, “Bukankah banyak sebenarnya
emas yang ada di dunia ini?” Iya, benar sekali. Contoh nyatanya, tambang
emas di Papua yang tidak ada habisnya. Namun, jika emas dibandingkan dengan
hasil tambang lainnya, seperti batu bara, apalagi pasir tentu jauh lebih
sedikit. Dalam konteks ini, nilai kelangkaan sebuah benda memang –juga–
relatif.
Dalam konsep ilmu ekonomi, semakin banyak persediaan barang maka semakin
rendah harganya. Sebaliknya, semakin sedikit barang yang dimaksudkan maka
semakin tinggi harganya. Inilah yang terjadi pada emas. Tidak mudah
mendapatnya. Tidak semua tempat di muka bumi “mengandung” emas. Karenanya,
siapapun yang ingin memilikinya harus mengeluarkan duit yang –pastinya– tidak
sedikit.
Emas juga menjadi simbol penghargaan prestasi terbaik (the first
winner). Dalam sebuah pertandingan, juara pertama akan mendapatkan medali
emas. Walaupun, untuk pertandingan biasa, sekadar warnanya yang kuning.
Padahal, medali itu sama sekali bukan dari emas. Namun, lagi-lagi “emas”
tetaplah menjadi simbol jawara. Inilah salah satu nilai “kelebihan” emas.
Dari emas, kita dapat belajar sesungguhnya. Menjadi pribadi yang “mahal”
berarti harus berani menjadi seorang yang langka. Bukan hanya yang biasa-biasa.
Karena yang biasa itu sudah terlalu banyak di pasaran sana. Dan jika demikian
maka akan menjadi –sangat– murah harganya. Berbeda jika kita berbeda, tidak
banyak yang menyamai, maka pasti harganya akan melambung tinggi.
Menjadi yang langka pastinya banyak hal yang harus disiapkan. Mulai
fokus dengan expertise masing-masing. Mencoba untuk berfikir ulang,
melakukan hal-hal yang baru. Ciptakan keunikan-keunikan dalam diri kita yang
belum banyak orang memilikinya. Kemudian, buka fikiran, bangun silaturahmi yang
baik dengan semua orang. Tujuannya, mereka juga akan tahu bahwa ada “emas” di
sekitar mereka.
Ketika kita sudah mampu menjadi emas, maka jangan lupa untuk
mensyukurinya. Semua itu tidak lepas dari karunia dari Allah SWT. Sebab, jika
kita hanya fokus dengan “keemasan kita” maka jangan-jangan malah melupakan Sang
Kuasa. Justru ketika kita menjadi emas namun tetap tunduk kepada-Nya, semakin
menegaskan eksistensi “keemasan” kita. Itu yang membuat kita berbeda dengan
kebanyakan orang.
Sekarang, siapkan kita menjadi orang langka? Tentu kelangkaan itu bukan
karena kita mengorupsi uang negara sehingga diliput banyak media masa. Langka
yang dimaksudkan adalah karena kebaikan. So, mari kembali kepada diri kita,
apa yang menjadi potensi kita. Kita gali kemungkinan untuk menjadi langka
sembari menengadahkan tangan kepada Sang Kuasa. Semoga kita bisa menjadi
langka. Sebab, langka adalah emas. Allāhu a’lamu. []
0 komentar:
Posting Komentar