Selasa, 28 Mei 2013

LEBIH BAIK DIJAJAH

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)

 
Bekas jajahan Inggris itu maju karena bagaimanapun Inggris mengajarkan pendidikan yang baik kepada rakyat jajahannya. Sementara bekas jajahan Belanda bermasalah karena Belanda hanya mengeksploitasi daerah jajahannya dan lupa untuk memberikan pendidikan yang baik sebagaimana yang dilakukan oleh Inggris.” Statemen tersebut, boleh jadi sekadar celotehan tetapi menarik untuk dituliskan.
 
Saya tidak tahu kapan pertama kali mendengar ungkapan tersebut. Pastinya, itu saya “riwayatkan” secara maknawi. Bunyi aslinya, seandainya ada dalam buku atau tulisan yang valid, boleh jadi berbeda atau bermacam-macam. Tetapi substansinya, saya yakin sama atau tidak berbeda jauh. Bahwa titik kuncinya adalah dua negara tersebut (Inggris dan Belanda) yang “mendominasi” penjajahan di penjuru dunia.
 
Source: http://anam.blog.unissula.ac.id/files/2012/06/merdeka1-300x212.jpg
Sekali lagi saya katakan bahwa saya pun tidak tahu apakah penggambaran tersebut sudah teruji secara empiris atau hanya sebatas pengamatan sederhana. Seandainya memang tidak benar (atau kurang tepat), anggap saja ini adalah tulisan “gurauan” yang mengajak pembaca untuk melihat apa yang “tidak ada” dalam teks. Saya sendiri tertarik untuk menulis topik ini setelah mendengar percakan dua orang teman saya.
 
Awal-awal berada di Malaysia, kami memperhatikan bagaimana kondisi Malaysia. Melihat bahwa Malaysia di banyak segi memang lebih baik dari Indonesia, teman saya tadi berkomentar. “Begini kalau bekas jajahan Inggris. Maju jadinya. Kalau Indonesia dijajah Belanda, jadi tidak maju,” katanya, kurang lebih demikian. Mendengar ucapan tersebut, saya terdiam, berpikir, dan tidak memberikan komentar-balik.
 
Tetapi teman saya yang lain menimpalinya, tidak kalah menarik. “Lebih baik dijajah. Dari pada tidak dijajah sama sekali,” tukasnya, telak. Saya yang lamat-lamat mendengarkannya langsung senyum-senyum, lalu tertawa. “Iya juga,” batin saya. Kalau tidak dijajah mungkin akan lebih runyam lagi ceritanya. Jadi, mau tidak mau Indonesia harus “berterima-kasih” kepada mereka yang sudah repot-repot menjajah Indonesia.
 
Ketika Indonesia dalam kondisi terhimpit (terjajah) maka rakyat –mulai dari anak muda sampai kakek-kakek– menghimpun kekuatan. Mereka ingin keluar dari penjajahan yang membuat bangsa terpuruk dan tidak bisa mengeja nasibnya secara mandiri. Dari situ, kesatuan dan persatuan bangsa menjadi lebih terpupuk. Berkat kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas, akhirnya Indonesia berhasil membebaskan diri.
 
Kita tahu bahwa perjuangan ini tidak didapat dengan sekadar membalikkan telapak tangan. Perjuangan ini adalah hasil dari peluh-keringat para pejuang yang telah gugur sebagai pahlawan bangsa. Dengan begitu, kita menjadi termotivasi untuk mengisi kemerdekaan, mempertahankan kemandirian dengan cara kita masing-masing. Itu karena kita ingat bahwa kebebasan dari belenggu asing ini adalah anugerah, amanah dari Allah.
 
Kalau dari awal Indonesia sudah merdeka, kisah yang heroik itu tidak akan menghiasi sejarah bangsa ini. Justru dengan adanya perjuangan melawan penjajah, Indonesia memiliki referensi heroisme, nasionalisme, patriotisme, dan isme-isme lainnya yang patut dijadikan teladan. So, dijajah oleh mereka yang tidak mau mencerdaskan bangsa jajahannya sekalipun, itu lebih baik, dan kita “wajib” mensyukurinya. Begitulah kisah bangsa kita. []

1 komentar:

  1. itu sejarah kita, hanya dihisap madunya saja lalu pergi. jika tidak ingin dijajah lagi,ya, jangan mau dimanfaatkan lagi .. pada kenyataannya kita tidak sadar ''heroisme,nasionalisme patriotisme dan isme-isme lainnya'' itu hanyalah milik segelintir orang saja tidak untuk oknum2 yang tega mempertaruhkan harga diri bangsa untuk kepentingannya,rela membiarkan bangsanya kehausan ditengah lautan samudra.. siapa mereka ?? merekalah pecundang negara yang gelap mata hingga lupa bangsanya ...jika org yg seperti itu beranak pinak maka bangsa kita akan dijajah selamanya.

    BalasHapus