Sabtu, 11 Mei 2013

BOLA TAMPAR

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)


Menjelang keberangkatan ke negeri jiran, saya (dan 4 teman saya) mengikuti pembekalan wajib dari kampus. Pembekalan dilaksanakan di Ruang Sidang Utama Fakultas Ilmu Agama Islam UII, Jum’at (10/5). Rencananya, Selasa (14/5) siang dari Bandara Internasional Adi Sucipto, kami akan langsung terbang menuju Kuala Lumpur. Pembekalan selama kurang lebih sehari itu dimaksudkan untuk kesuksesan perlawatan kami.

Materi yang disampaikan lebih kepada perihal teknis, misalnya di Malaysia itu mau ngapain aja. Selanjutnya, terkait dengan keberangkatan: kami akan langsung kumpul di Adi Sucipto. Lebih menarik dari itu adalah masalah kultur (budaya) Malaysia yang walaupun sama tetapi ada sedikit banyak bedanya. Khususnya dalam masalah bahasa. Walaupun sama-sama “Melayu” antara Indonesia dan Malaysia tetap memiliki sisi beda.

Seiring berjalannya waktu dan perjumpaan masing-masing negara dengan realitas sosial membuat kekhasan model komunikasinya berbeda. Malaysia yang sudah menerapkan bahasa Inggris (dan Arab) sebagai bahasa pengantar perkuliahan, boleh dikatakan selangkah lebih maju. Dan kondisi yang demikian ternyata dampaknya meluas. Beberapa kosa-kata tutur dalam khazanah Malaysia banyak yang dipengaruhi formasi tata bahasa Inggris. 

Sebagai contoh, orang Malaysia biasa menyebut “es teh” dengan “teh ice” (baca: teh ais). Oleh karena itu, kalau di kedai makan kita pesan “es teh” bakal mikir-mikir dulu penjualnya (*apa gerangan?). Contoh lainnya, ini yang sudah Inggris buanget. Mereka tidak terbiasa dengan istilah kaos. Ya, mereka lebih familiar dengan T-shirt yang maksudnya adalah kaos tadi. Itulah realitas konkrit yang ada di Malaysia.

Saya (saat catatan singkat ini ditulis) memang belum pernah menginjakkan kaki di Malaysia. Lalu, mengapa saya begitu yakin dengan apa yang saya sampaikan? Pastinya saya punya alasan yang kuat. Pagi itu, materi pembekalan yang pertama, disampaikan oleh Kak Sharifah Sari. Dia adalah mahasiswa Universitas Sain Islam Malaysia (USIM) –kampus tujuan utama exchange kami– yang sedang magang di fakultas kami.

Kak Sharifah Sari (kiri) bersama moderator, Kak Aini Jasrie

Sebagai mahasiswa USIM, Kak Sharifah menyampaikan materi tentang Ke-USIM-an. Maksudnya segala hal yang terkait dengan USIM: kondisi kampus, suasana akademik, kultur kampus, dan seterusnya. Misalnya di USIM, yang namanya celana Jeans itu “haram” hukumnya, baik untuk laki-laki atau perempuan. Bagi laki-laki, kalau tidak mengenakan batik berarti harus berbaju hem lengan panjang, dimasukkan, dan berdasi. Subhanallāh

Kak Sharifah juga bercerita bahwa USIM memiliki 4 asrama (dormitory). Ada yang berada di sekitaran kampus, dan ada yang di luar kampus. Perpustakaan USIM sendiri, cerita Kak Sharifah, berada di atas bukit. Jadi, kalau ingin ke perpustakaan sebaiknya saat masih memiliki ektra energi karena harus menaiki banyak anak tangga. Dan segenap kisah lain, tentang pengalaman Kak Sharifah selama kuliah di USIM juga diceritakan.

Ada hal lucu yang membuat saya dan teman-teman tertawa hari itu. Kak Sharifah menunjukkan gambar beberapa mahasiswa sedang bermain bola volley. Tapi anehnya, dia tidak menyebut bola volley, tetapi “bola tampar”. Padahal kalau di Indonesia kata “tampar” kan konotasinya negatif. Tetapi di Malaysia sana malah jadi nama olahraga. Inilah perbedaan yang tidak perlu menjadikan kita harus “saling tampar”. Yuk, kita main “bola tampar” saja! []   

0 komentar:

Posting Komentar