Rabu, 29 Mei 2013

INDON(ESIA)

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)

 
Suatu hari saya dan teman-teman mengemas ‘Jurnal Mahasiswa’ untuk dikirimkan ke beberapa pihak. Waktu itu, saya tidak tahu siapa yang awalnya menulisi amplop pembungkus jurnal tersebut. Di amplop itu tertulis “Jurnal Bahasa Indon”. Jumlah jurnalnya memang banyak. Penyingkatan “Indonesia” menjadi “Indon” itu demi mempercepat pengerjaan. Senior saya kemudian melengkapi “Indon” tersebut menjadi “Indonesia”.

Dia katakan, kalau hanya ditulis “Indon” itu tidak sopan. Apalagi isi amplop tersebut adalah jurnal ilmiah. Tentu tulisan “Indon” tersebut sangat kontras dengan apa yang ada dalam amplop itu. Sehingga, dengan cermat senior saya tadi menambahkan “esia” dalam setiap tulisan “Indon”. Saya pun memang tidak nyaman mendengar kata “Indon”. Ada kesan miring, dan ini masalah (harga diri) bangsa.

Sebelum saya berangkat ke Malaysia, saya mendapatkan pembekalan dari beberapa dosen. Mereka memang sudah pernah belajar dan tinggal di Malaysia. Kata mereka, orang Malaysia biasa menyebut Indonesia dengan “Indon”. Jadi, saran mereka, saya tidak perlu kaget dan tersinggung mendengar kata tersebut. Itu sebenarnya masalah kebiasaan dan bukan dalam rangka mengkerdilkan orang Indonesia.

Source: http://hukum-on.blogspot.com/2012/06/sistem-hukum-indonesia-campuran-dari.html

Saat saya tiba di Malaysia, apa yang diceritakan dosen saya memang benar. “Dari Indon?” kata mahasiswa USIM, membuka percakapan. Dengan sedikit merasa “aneh”, saya pun mengiyakan pertanyaan mereka. Hingga suatu malam salah seorang mahasiswa USIM bertanya kepada saya. Awalnya, dia pun meminta maaf kalau pertanyaan itu kurang enak didengar karena –memang– sensitif.

Dia bertanya, apakah benar kalau orang Indonesia tidak suka dipanggil “Indon”. Saya pun berusaha menjelaskannya dengan sopan. “Memang ‘Indon’ itu kesannya negatif. Tetapi kami pun sudah dibagi-tahu kalau orang Malaysia biasa sebut kami “Indon”. Jadi tidak ada masalah,” tutur saya. Saya tegaskan sembari tersenyum bahwa semua itu tergantung niat, yang ada dalam hati. Al-umūru bi maqāshidihā...

Maksud saya, walaupun mereka menyebut “Indon” tetapi kalau tidak berniat untuk merendahkan maka tidak ada masalah. Dan lagi, kebanyakan mereka mungkin juga tidak paham kalau sebutan itu bagi orang Indonesia sendiri bermakna negatif. Jadi, tergantung bagaimana kita –sebagai orang Indonesia– bisa menempatkan diri. Karena terkadang apa yang sudah biasa itu dianggap benar, dan tidak salah.

Kalau saya perhatikan memang ada banyak “penyingkatan” di Malaysia. Misalnya, untuk menyebut Malaysia sendiri cukup dengan “Malay” sahaja. Lainnya, Bangladesh –dan ini saya dengar langsung dari orang Bangladesh yang belajar di USIM– cukup disebut “Bangla”. Dan mungkin ada banyak contoh lainnya yang –sementara waktu– belum saya ketahui. Dan boleh jadi ini hanya masalah penyederhanaan supaya lebih cepat diucapkan.

Terakhir, setelah bertanya tentang “Indon”, teman Malaysia tadi juga bertanya apa arti “ganyang” (Malaysia). Saya mencoba untuk berhati-hati menjelaskan masalah ini. Saya katakan kalau itu memang ekspresi “beberapa” orang Indonesia yang “geram” dengan Malaysia. Contohnya, karena masalah perebutan pulau. Dan yang sebenarnya tidak sportif, karena kalah dengan Malaysia di AFF. Itulah kisah Indonesia di –dan bersama– Malay(sia). []


0 komentar:

Posting Komentar