Kamis, 13 Juni 2013

SAYONARA MALAYSIA

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)

 
Sebuah perjumpaan itu terkadang hadir ibarat perjodohan. Kita tidak dapat menerkanya secara pasti sehingga hanya diketahui oleh Tuhan. Ketika Dia mempertemukan kita dengan seseorang maka berlanjutlah kisah kehidupan. Pasti banyak kenangan, baik manis atau pahit, kurang berkesan atau sangat berkesan. Pastinya tidak ada yang sia-sia dalam kamus kemahabesaran Tuhan.

Salah satu kemurahan Tuhan yang diberikan kepada saya pribadi adalah kesempatan untuk berkunjung ke Malaysia. Tentu ini adalah kenikmatan yang luar biasa. Akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di Menara Petronas –Kuala Lumpur– walaupun saya dahulu hanya dilahirkan di desa. Rasanya tak perlu banyak basa-basi karena tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Selama di Malaysia itulah saya banyak tahu tentang self service dan self cleaning. Di Indonesia, kalau mengisi bensin cukup simpel. Buka tutup tanki, petugas mengisi sesuai dengan permintaan, lalu bayar. Di Malaysia berbeda. Kita harus membayar terlebih dahulu di kasir. Dan tempat pengisian tidak ada yang menjaga, tidak ada petugasnya. Setelah membayar kitalah yang mengisikan bensin itu. Itulah contoh self service.

Untuk self cleaning, paling sering saya jumpai saat saya sedang makan di kantin kampus. Selesai makan, mereka terbiasa mengumpulkan piring, gelas, dan sendok yang kotor di satu tempat khusus. Dengan begitu akan memudahkan orang yang bertugas mencucinya. Hikmah lainnya, dengan model self cleaning tersebut meja makan selalu tampak bersih. Di Indonesia, saya pribadi belum menjumpainya.

Semua kenangan yang saya dapatkan di Malaysia terekam rapi dalam ingatan. Tentu tidak semuanya positif. Ada juga negatifnya yang dengan pertimbangan kemaslahatan tidak saya ceritakan di tulisan ini. Pastinya, kenangan tersebut akan menjadi cerita yang menarik untuk disajikan kepada siapapun juga. Termasuk ketika saya sudah berkeluarga. Cerita untuk istri, anak, dan cucu, katanya.

Saat ini saya sudah berada di Indonesia, kembali merajut asa di negeri kelahiran saya. Dan tentu saya akan berbagi seputar kenangan dan pengalaman selama di negeri jiran. Dan tak lupa saya pun berdoa agar teman-teman saya Allah berikan kesempatan untuk lawatan ke sana. Dan hal itu –tentunya– tidak harus ke Malaysia. Bisa saja ke negeri yang lebih jauh, lebih baik, dan lebih amazing(!) untuk dijadikan destinasi belajar dan bertamasya.

Teringat perpisahan yang begitu hangat dengan sahabat-sahabat baru di Malaysia. Mereka yang begitu menghargai arti pertemuan. Mereka yang sangat mengerti bahwa saya pun bahagia berjumpa dengan mereka. Mereka yang dengan berat hati melepas kepulangan saya. Mereka yang dengan tulus mendoakan semoga saya selamat sampai tujuan. Doa saya, semoga mereka diberikan kemudahan dan berkesempatan untuk berkunjung ke Indonesia.

Foto bersama menjelang perpisahan. Dari kiri: saya, Iqbal Zen, Nasyitah, Anis, Adibah, dan Hazira.
Malaysia memang sudah berjarak ribuan kilo. Tetapi auranya seakan masih lekat di depan mata. Saya memang sudah di sini, dan jauh dari sana. Tetapi apalah artinya sini dan sana jika kita masih berada di dunia yang sama. Jarak dan perbedaan suasana bukan menjadi penghalang untuk saling belajar dan memahami. Tetapi bagaimanapun izinkan saya berucap, “Sayonara Malaysia. Lain sempat saya akan kembali lagi ke sana. Bi idznilLāh...” []


0 komentar:

Posting Komentar