Kamis, 04 April 2013

TRADISI

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)


Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung.” Pepatah lama yang masih senantiasa relevan sampai sekarang. Sebuah komunitas memang memiliki titik kesamaan dengan komunitas lainnya. Tetapi yang harus pula diingat adalah bahwa sisi bedanya juga pasti ada. Boleh jadi dalam beberapa hal sama tetapi kekhasannya tetaplah tak sama. Disitulah kita memang harus pandai untuk cepat menyesuaikan diri ketika memasuki komunitas baru.

Sesuatu yang dianggap sopan di masyarakat tertentu barangkali akan lain ceritanya di masyarakat lain. Gaya bicara orang Sumatera, khususnya orang Medan, pasti lain dengan model tutur orang Jawa. Orang Madura juga punya ciri khas sendiri yang juga pasti berbeda dengan orang Ambon. Disamping itu, dari sisi tradisi sosial kemasyarakatan juga punya ciri khas masing-masing.

Tradisi adalah kebiasaan yang terus dipertahankan di masyarakat. Tradisi memang tidak semuanya baik kalau ditinjau dari kacamata agama. Tetapi saya yakin masyarakat pasti punya alasan yang kuat mengapa mempertahankan tradisi tersebut. Saya sering berucap bahwa ketika seseorang itu melakukan apa yang diyakininya maka siapa yang sanggup menggoyahkan prinsip tersebut?

Dahulu, para pendakwah dengan nama besar Wali Songo datang ke Indonesia. Mereka telah melakukan metode ajakan yang sangat brilian. Penghargaan mereka terhadap tradisi yang ada luar biasa tinggi. Akhirnya, langkah yang mereka ambil tetap disinkronkan dengan tradisi bangsa yang masih eksis. Secara kemasan memang sama tetapi yang mereka lakukan adalah pengubahan isi atau substansi.

Saya tidak tahu pasti apakah tradisi dan budaya adalah sama atau sebaliknya. Dosen saya pernah mengingatkan secara tegas bahwa budaya adalah selalu bertalian dengan yang baik-baik. Katanya, budaya adalah kebiasaan yang dilakukan secara terus-menerus, diwariskan secara turun-temurun, dan dianggap sebagai kebaikan. Karenanya, dosen saya itu pastilah tidak setuju kalau korupsi di Indonesia dianggap sudah “membudaya”.

Saya pribadi kalau mendengar kata budaya maka akan terkonstruksi di pikiran saya akan kebiasaan masyarakat. Saya tidak membedakan apakah itu sesuai dengan nilai-nilai agama atau sebaliknya. Tetapi memang ketika dimintai pendapat tentang tradisi yang berbau mistis dan dekat dengan kesyirikan dengan hati-hati saya mencoba meluruskannya. Dalam konteks lain, budaya yang memang baik saya dengan senang hati mendukungnya.

Di desa saya, ada tradisi Yasinan bersama setiap malam Jum’at. Memang ada golongan masyarakat yang tidak senang dengan tradisi model beginian. Bahkan ada juga anggota masyarakat desa saya yang tidak berkenan mengikutinya. Saya tidak menyalahkan orang yang berpendapat demikian. Tetapi barangkali akan lebih bijak kalau terlebih dahulu mencermati banyaknya manfaat dari tradisi tersebut.

Saya hafal surat Yasin sebenarnya bukan karena menghafal. Tetapi karena sering membacanya, termasuk ketika masih aktif mengikuti yasinan di desa saya. Saat acara Yasinan itu masyarakat bisa berbagi cerita, bersilaturahmi, bertanya kabar satu sama lainnya. Selain itu, tuan rumah juga berkesempatan untuk memberikan sedekah terbaiknya. Kalau begitu bukankah ini tradisi baik yang harus dijaga? Wallāhu a’lamu bi ash-shawāb. []

0 komentar:

Posting Komentar