Kamis, 04 April 2013

BAHASA ITU BIASA

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)



Rabu (3/4/13), saya mengikuti rangkaian tes wawancara dalam rangka pertukaran mahasiswa (student exchange) ke Malaysia. Elemen penting dalam tes wawancara tersebut adalah penguasaan bahasa. Sudah pasti bukan bahasa Indonesia maksudnya, apalagi bahasa Jawa, dan lainnya. Bahasa Arab dan Inggris yang dimaksudkan di sini. Jujur, sudah cukup lama saya tidak “menjaga” kedua bahasa tersebut dalam komunikasi harian saya.


Ketika tes tersebut saya memang bisa menjawab pertanyaan dari penguji. Pertama-tama, untuk Bahasa Arab, saya dipersilakan untuk mempresentasikan secara singkat esai yang saya tulis. Saya memang menulis esai dalam Bahasa Arab. Judulnya, “Nisbiyatul Haqīqah fi al-Islām”. Kalau dibahasa-Inggriskan menjadi, “The Relativity of Truth in Islam”. Baik, maksudnya adalah, Relativitas Kebenaran dalam Islam.


Dengan sedikit terbata-bata saya menjelaskan bahwa maksud tulisan saya adalah begini dan begitu. Setelah itu barulah saya mendapatkan beberapa tanggapan dan pertanyaan dari penguji. Saya pun mencoba untuk memberikan jawaban terbaik yang saya pahami. Tentu, saya menyampaikan jawaban siang itu dengan tingkat kelancaran yang rendah. Iya, saya sudah sedikit kehilangan kelancaran Bahasa Arab (dan Inggris).


Ketika memasuki ruang tes wawancara Bahasa Inggris, jantung saya sepertinya berdetak (sedikit) lebih kencang. Pasalnya, saya merasa bahwa saya akan mengalami kondisi yang sama. Benar, setelah membaca 2 paragraf yang ada dalam sebuah jurnal berbahasa Inggris, saya dipersilakan untuk menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia. Beberapa kata luput dari penerjemahan saya, karena memang tidak tahu artinya.


Saya ingat betul, Drs. Yusdani, M.Ag, salah satu penguji Bahasa Inggris menanyai saya. “Apa arti ‘dictates’ dalam tulisan tersebut?” tanyanya dalam Bahasa Inggris. Saya mencoba memutar otak. Saya ingat kalau bahan yang diberikan dosen di perkuliahan lazim disebut “diktat”. Banyak yang menyebutnya hand-out karena berbentuk slide power point. Saya jawab kalau “dictates” adalah hand-out. Senyum bermakna saya dapati dari penguji.


“Dictates” dalam paragraf tersebut tidak bisa diartikan sebagai hand-out. Arti yang pas adalah “panduan” atau guidance, kata Pak Yusdani. Saya semakin menyadari bahwa kemampuan reading Inggris saya juga butuh peningkatan yang signifikan. Saya  tentu tidak mau stagnan dalam hal bahasa, karena bahasa adalah alat untuk belajar dan memahami ilmu. Artinya, saya harus lebih sering untuk berakrab-ria dengan teks berbahasa Inggris.


Saat masih belajar dan mengaji di Madrasah Aliyah, “Guru Besar” saya sering mengingatkan. “Al-lughatu hiya al-‘ādah,” tuturnya. Bahasa itu adalah kebiasaan. Tidak mungkin seorang bisa berbahasa dengan baik kalau tidak membiasakan praktik langsung. Semakin sering kita berbahasa, bahasa apapun itu, maka semakin baik pula kemampuan kita dalam bahasa tersebut.


Sudah mafhum pula bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang paling lazim dalam sejarah kehidupan manusia. Seiring dengan dengan laju perkembangan zaman, kemampuan bahasa asing menjadi sangat penting. Pasalnya, kita juga ingin melancong ke negera lain dengan bekal kemampuan bahasa internasional. Oleh sebab itu, mari menjadi pribadi yang biasa berbahasa asing karena bahasa adalah soal kebiasaan. []

               







1 komentar:

  1. man a'rafa lughatan qauman saliiman min makarimihim..... thank coretannya akhi salam kenal dari saya, JAJANG

    BalasHapus