Kamis, 04 April 2013

Hangatnya Malam yang Dingin

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)

 
Bagi saya, kenikmatan hidup itu bukan ditentukan oleh dimana saat ini saya menetap. Kenikmatan itu berkaitan dengan bagaimana cara saya menyikapi situasi dan kondisi. Dimanapun saya tinggal bukan menjadi masalah yang berarti. Di perantauan, di negeri orang, di rumah saudara, apalagi di rumah sendiri, bukanlah soalnya. Problemnya adalah bagaimana saya berfusi (melebur) dan beradaptasi secara c(t)epat dengan segala sikon tadi.
    
Saya sampaikan ke teman lama saya malam itu. Banyak orang yang karena merasakan kenikmatan di tanah rantauan. Akhirnya, ia bosan dan jenuh ketika kembali ke “pangkuan ibunya”. Ia tidak menemukan “kehidupan” di rumahnya sendiri, tempat dimana ia dahulu dilahirkan. Kehangatan keluarga tak lagi ia dapati. Kegersangan hidup yang justru senantiasa menggelanyuti hati.
    
Saya bersyukur karena saya pastinya tidak termasuk tipe orang yang saya ceritakan tadi. Ketika lama berada di “bumi orang” saya merasakan kerinduan yang begitu akut terhadap tanah kelahiran saya. Saya boleh menyusun resolusi tidak akan pulang sebelum selesai menggarap skripsi. Tetapi, kalau karenanya justru saya merana dan tidak bisa fokus, apalah jadinya?
    
Liburan yang cukup panjang ini saya akhirnya memutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Kerinduan pada “si kecil” yang sikapnya masih labil begitu mendera. Kangen sama masakan bunda, termasuk sama bundanya juga, dan nasihat ayah juga menjadi alasannya. Ditambah dengan berkurangnya santri yang tinggal di pesantren saya secara berkala. Pulang, bagi saya, adalah sebuah keputusan yang tepat.
    
Hari pertama di rumah, saya merasakan kedahsyatan tentang betapa indahnya kebersamaan. Di pagi hari, saya berkunjung ke rumah paman yang amat mencintai dan menyayangi saya. Paman tidak berada di rumah, ternyata. Hanya istri paman (Jawa: budhe) dan 2 orang sepupu saya (putra paman) yang tinggal di rumah itu. Sambal nikmat ala i bersama ikan mas dan sayur pondoh adalah sarapan kami pagi itu.

Sore harinya saya pergi ke warnet yang jaraknya lumayan jauh –kalau berjalan kaki– dari rumah saya. Setelah menyelesaikan beberapa urusan, saya bersama seorang kakak bersilaturahmi ke kediaman adik saya. Di sana kami disambut oleh keluarganya dengan begitu hangat. Perbincangan kami yang ngalor-ngidul namun saya yakin bermanfaat begitu berkesan. Makan malam saya nikmati di rumah adik saya yang bertingkat itu.

Karena saya hanya izin keluar sebentar maka saya harus bergegas pulang ke rumah. Ketika saya bermain game kelereng bersama ayah dan adik kandung saya, datangah kawan lama saya. Ia bernama Ahmad Masruri. Teman sepermainan saya. Secara umur kami hanya selisih bulan tetapi urusan sekolah saya lebih dahulu satu tahun. Banyak kenangan manis sekaligus pahit saya rasakan bersamanya. Termasuk merokok bersama?! Sssttt
 
Malam itu saya berbicara banyak hal dengannya. Sembari mengingat kenangan masa sekolah dulu. Malam itu, kami sepakat bahwa kehidupan lah yang justru lebih banyak memberikan hikmah dan pelajaran. Sikap terbuka dan berfikir positif sangatlah penting dalam pergaulan. Kopi asli dan beberapa suguhan lainnya menemani malam keakraban kami. Singkat kata, di malam yang dingin itu, kami berbincang begitu hangat. Alhamdulillāh… []

0 komentar:

Posting Komentar