Kamis, 04 April 2013

GURU KEHIDUPAN

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)

 
Dosen public speaking saya sering memberikan petuah berharga kepada saya. Bagi dosen saya itu, dunia kampus sebenarnya hanya memberikan sedikit ilmu kepada mahasiswa. Justru yang banyak memberikan ilmu dan segala macam derevasinya adalah universitas kehidupan. Universitas kehidupan adalah tempat menimpa ilmu yang tak terbatasi sekat ruang tertentu.

Belajar di universitas kehidupan tak perlu registrasi awal dan –apalagi– registrasi ulang. Semua mahasiswanya dibebaskan dari biaya “perkuliahan”. Tetapi di balik itu, ilmu yang diperoleh darinya sungguh luar biasa. Pepatah yang sudah sering kita dengar, “Jadikan setiap tempat sebagai madrasahmu, dan setiap pribadi yang engkau temui sebagai gurumu.” Kita memang harus belajar dari kehidupan.

Segala hal yang kita jumpai di alam ini tiada lain adalah guru kehidupan. Dari mereka kita memeroleh petuah yang menjadikan kita semakin bijak dan dewasa. Sudah ditegaskan bahwa apapun yang diciptakan Allah tidak ada yang sia-sia. Semuanya memiliki makna, maksud, dan tujuan. Oleh karena itu, tidaklah salah kalau kita mencoba mengarifi dan mengambil pelajaran dari itu semua.

Banyak orang yang nilai kampusnya tinggi tetapi ketika bermasyarakat ia tak begitu mengerti. Tidak sedikit juara kelas yang kalah telak di masyarakat dengan mereka yang tak pernah mengenal ruang kelas. Artinya, dunia akademik memang penting. Tetapi kalau tidak diiringi dengan keterbukaan diri untuk belajar lebih banyak dari kehidupan maka tidak banyak manfaatnya.

Saat ini banyak dikembangkan sekolah alam. Tentu kita patut memberikan apresiasi positif. Sebagai permisalan, banyak penebangan liar yang terjadi barangkali bermula dari ketidakpedulian terhadap kelestarian alam. Sekolah alam tentu membuka wacana untuk mencintai alam. Kalau sudah cinta maka tidak akan terfikir untuk “menyakiti” apa yang dicintai. Justru yang dilakukan adalah bagaimana yang dicinta itu agar lestari.

Beberapa perusahaan ketika akan merekrut pegawai baru mensyaratkan “pengalaman kerja”. Selain nilai yang didapat di akhir jenjang pendidikan ternyata pengalaman kerja juga menjadi pertimbangan. Sebab, pengalaman tiada lain adalah guru terbaik bagi siapapun. Orang yang sudah berpengalaman pasti berbeda dengan yang tidak. Ilmu yang sekadar teori adalah hampa. Sementara praktik itu juga sudah mengandung teori.

Kesadaran untuk belajar dari kehidupan secara universal berangkat dari sikap yang terbuka. Orang yang merasa cukup dengan menggeluti dunia akademik kampus mungkin sukar untuk membuka diri. Padahal, kepuasan dalam pencapaian ilmu pengetahuan adalah kenikmatan semu. Itu adalah bayang-bayang hampa yang membuat pelakunya stagnan alias tidak maju dan berkembang.

Alam semesta dengan segala isinya disediakan oleh Allah untuk kemaslahatan manusia. Tinggal bagaimana kita menyadarinya lalu menjadikannya sebagai guru kehidupan. Dari seekor nyamuk yang gigitannya membuat bibir meringis, Allah ingin menyampaikan pesan. Semua diciptakan untuk memberikan pelajaran berharga bagi manusia. Kalau begitu, sudahkah kita belajar dari kehidupan? []

0 komentar:

Posting Komentar