Kamis, 04 April 2013

BERHENTI MEMBENCI

Oleh: Samsul Zakaria (Ka’ Sams)

 
Hadirnya rasa benci dalam hati diawali dengan lunturnya rasa cinta dalam dada. Begitu mudahnya kita membenci sebagaimana halnya kita begitu cepat memuji. Katanya, cintailah segala sesuatu sekadarnya saja. Boleh jadi apa yang dicintai berubah menjadi yang paling dibenci. Sebaliknya, kalau kita harus membenci maka selaiknya dengan kadar yang biasa-biasa saja. Boleh jadi apa yang kita benci menjadi yang (paling) kita cintai.

Titik singgung antara benci dan cinta memang sangat tipis. Kata orang yang sedang kasmaran, “benci” itu benar-benar cinta. Memang ada benarnya. Orang yang menjalin cinta itu seringkali diawali dari kondisi saling membenci. Oleh karena itu, hati-hati kalau saat ini kita sedang membenci lawan jenis. Bisa jadi kita dibuat tergila-gila karenanya. Kalau ternyata dia menjadi kekasih kita, bagaimana?

Betapapun demikian, teman seangkatan saya di pesantren mengingatkan satu hal. Kita boleh membenci sikap buruk seseorang tetapi tidak boleh membenci pribadi yang bersangkutan. Sebab, membenci “pribadinya” sama saja membenci ciptaan Allah dimana Allah pun tak pernah membenci ciptaan-Nya. Rahmat Allah sangat luas, mengalahkan kemurkaan-Nya. Kalau begitu sesama manusia kita tidak sepatutnya menebarkan kebencian.

Kalau ada teman kita yang kebetulan menempuh jalur yang melenceng, kita tidak seharusnya menjauhinya. Yang salah itu jalan yang ditempuhnya, dan bukan orangnya. Kalau karena alasan itu kemudian kita meninggalkannya berarti kita tidak berkesempatan berbuat baik padanya. Kepada sesama, sesuai dengan surat al-‘Ashr, kita harus saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

Saya sering mengungkapkan ini dalam banyak perjumpaan. Peribahasanya kan jelas. Gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga. Terkadang kalau kita fokus pada hal yang buruk akan menutupi netralitas kita sebagai manusia. Karena keburukan yang tak seberapa menghijab pandangan kita terhadap banyak kebaikan yang dimiliki seseorang. Padahal yang ideal tentunya bukanlah demikian.

Melalui tulisan singkat ini, saya pribadi mengajak untuk merenung. Kebencian hanya menghadirkan ketidaknyamanan hidup yang menjadikan dunia terasa sempit. Kita membenci itu artinya kita membuka keran besar agar orang lain (balik) membenci kita. Bagaimanapun, hubungan sebab-akibat dalam relasi sosial cinta-benci sangatlah mungkin ada. Kalau kita cinta maka dicinta, kalau membenci maka dibenci.

Ketika kita membenci saudara kita karena sikapnya yang tercela, mari kita sama-sama berpikir. Kalau seandainya yang kebetulan bersikap tercela tersebut adalah kita sendiri, bagaimana? Bukankah karenanya kemudian kita merasa teralienasi dari kehidupan. Kita merasa sendiri dalam menjalani kehidupan. Bukankah mereka yang tersesat butuh support atau dukungan untuk keluar dari ranjau setannya.

Sekali lagi bahwa ketika kita harus membenci maka obyeknya bukannya manusia, tetapi cukuplah perbuatannya. Dengannya kita berlindung agar Allah menjauhkan sikap tersebut dari sisi kita. Teman saya sering mengingatkan. Kalau kita membenci seseorang karena kejahatannya maka kita tidak meninggal dunia sebelum melakukan kejahatan yang sama. Na’ūdzubillāhi min dzālika… []

2 komentar:

  1. iy...g bleh di benci...klo ad yng benci mlah hrusny d rangkul....

    BalasHapus
  2. iya...g bleh blas benci...mereka lbh layak mendpat rangkulan...

    BalasHapus