Oleh:
Samsul Zakaria, S.Sy., M.H.
Cakim
PA Tanjung – Kalimantan Selatan
Magang
di PA Kabupaten
Malang –
Jawa Timur
Waktu ujian SKD (Seleksi Kompetensi Dasar) dengan sistem
CAT (Computer Assisted Test) tinggal 2,5 jam lagi. Sementara saya baru
sadar bahwa seragam yang harus dipakai untuk ujian SKD tersebut adalah kemeja
putih dan celana hitam. Keduanya harus polos. Untuk celana hitam tidak ada
masalah. Sebab biasa ngantor ke kampus pakai celana hitam. Nah, untuk
kemeja putih saya tidak punya. Kalau baju muslim warna putih sih ada.
Tapi tentu tidak standar alias tidak masuk kriteria kemeja putih.
Singkat cerita, saya hubungi adik ipar saya. Syukurlah
dia punya baju putih dan bersedia mengantarkan ke kontrakan saya. Namun saya
tidak mau ambil risiko. Sebab, belum tentu kemeja putih adik ipar saya muat
saya pakai meskipun dipaksakan. Saya hubungi isteri saya yang kebetulan masih
di rumah sepupunya dan akan lekas pulang ke kontrakan kami. Saya memintanya untuk
minjam kemeja putih pula ke sepupunya. Dugaan saya, kemungkinan besar sepupu
isteri saya itu punya kemeja putih.
Uniknya, sepupu isteri saya memang punya kemeja putih
namun kotornya bukan main. Akhirnya, kemeja putih tadi mendadak dicuci dulu
pakai mesin cuci dan dikeringkan. Untuk memastikan supaya benar-benar kering,
isteri saya yang mengendarai motor membawa kemeja putih tersebut dengan hanger.
Perjalanan sekira 40 menit. Sampai di kontrakan memang sudah kering. Namun
ternyata tidak muat untuk dipakai. Akhirnya, saya putuskan memakai kemeja putih
punya adik ipar saya.
Singkat cerita, saya lolos SKD. Setelah itu, salah
seorang senior menyarankan untuk ikut bimbingan tes wawancara dan psikotes.
Saya kaget, karena ternyata biayanya tidak murah. Iya, 2,5 juta rupiah. Dan
saya tidak punya simpanan sebanyak itu. Akhirnya, atas kemurahan guru saya yang
menjabat sebagai Dekan FIAI UII, saya mendapat pinjaman. Saya dipinjami uang 3
juta rupiah dan dibebaskan kapan saja untuk mengembalikannya. Alhamdulillah,
sekarang pinjaman itu sudah lunas. Syukran, Ustadz!
Rangkaian SKB (Seleksi Kompetensi Bidang) yang meliputi
CAT (ilmu hukum dan hukum Islam), psikotes, dan wawancara (termasuk baca kitab
kuning) telah saya lalui. Pengumuman akhir yang membuat dag-dig-dug itu
akhirnya datang juga. Saya lulus. Urutan ke-20. Nilai psikotes saya 63.
Berdasarkan amatan saya, khusus peradilan agama nilai psikotes saya tersebut
tertinggi kedua. Nilai tertingginya 67. Setelah itu, saya lengkapi semua
persyaratan pemberkasan akhir. Lengkap. Dan kirim ke Mahkamah Agung sana.
Januari 2018. Diumumkan penempatan pertama sebagai
CPNS/Calon Hakim. Di kala senja. Bersama isteri tercinta. Pelan-pelan saya input
beberapa digit angka. Akhirnya saya dapati nama saya. Dan tertulis “Pengadilan
Agama Tanjung”. Saya dan isteri bertanya-tanya. Dimana itu? Oh ternyata
di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Mendengar berita ini ibu saya di
kampung halaman sempat syok. Ibu khawatir. Anak laki-laki pertamanya akan
merantau ke Pulau Borneo. Dan ibu tidak punya cukup uang untuk membekali saya.
Usai pembekalan 3 hari di Pusdiklat MA dan Latsar selama
33 hari di BDK Cakung. Saya dan isteri berangkat ke Kalimantan Selatan.
Seminggu dua minggu di sana saya kabarkan ke orangtua. Kami betah. Dapat banyak
saudara. Orangtua, khususnya ibu tenang. Tersenyum kembali. Dari Kalimantan
Selatan saya “hijrah” ke PA Kabupaten Malang dalam rangka PPC Terpadu. Betapa
banyak yang berperan dalam hidup saya. Dengan mengorbankan rasa. Meminjami
uang. Termasuk kemeja putih. Alhamdulillah... []
0 komentar:
Posting Komentar